JAKARTA - Masalah polusi udara di Indonesia kembali menjadi sorotan utama pada sesi tematik yang membahas soal kualitas udara dalam acara Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2024 yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis, 6 September. Salah satu isu utama yang diangkat adalah tidak adanya integrasi data dan inventarisasi sumber emisi yang dapat menjadi dasar dalam kebijakan pengendalian polusi udara.
Merespons hal tersebut, Yayasan Udara Anak Bangsa atau Bicara Udara yang mendorong aksi nyata dalam penanganan polusi udara, termasuk edukasi kepada masyarakat serta advokasi kepada para pemangku kepentingan, untuk menjadi isu prioritas nasional dalam Pemerintahan Prabowo-Gibran periode 2024-2029.
"Bicara Udara bekerja sama dengan Systemiq untuk menjadi Knowledge Partner di Indonesia Sustainability Forum. Harapannya, kami bisa mendorong pemerintah presiden terpilih untuk menjadikan isu polusi udara sebagai prioritas," ujar Co-Founder Bicara Udara, Ratna Kartadjoemena, dalam keterangannya, Minggu 8 September.
Ratna mengatakan, pihaknya juga mendorong pemerintahan berikutnya untuk menggunakan data dan bukti ilmiah untuk menangani permasalahan ini. Diketahui, data dari BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa antara tahun 2018 hingga 2022, penyakit pernapasan yang disebabkan oleh polusi udara telah menghabiskan biaya sebesar Rp18 triliun. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa polusi udara tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tetapi juga memberikan beban ekonomi yang signifikan.
"Kami juga mendorong pengambilan kebijakan berdasarkan data dan bukti ilmiah. Penanganan polusi udara menjadi krusial untuk mewujudkan Indonesia Emas, karena berdampak terhadap kesehatan anak dan generasi mendatang," imbuhnya.
Untuk itu, Ratna mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengajukan beberapa rekomendasi penting yang diharapkan dapat menjadi perhatian pemerintahan baru.
"Di antaranya adalah peningkatan anggaran untuk perbaikan kualitas udara, penambahan alat sensor pemantau kualitas udara, serta peningkatan koordinasi lintas batas untuk mengatasi polusi udara yang bersifat transboundary atau lintas wilayah," ucapnya.
Di samping itu, Ratna juga memberikan apresiasi kepada seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ISF 2024, khususnya pada sesi tematik tentang kualitas udara. Menurutnya, acara ini juga menjadi ajang berkumpulnya para pembuat kebijakan, pelaku industri, akademisi, dan organisasi non-pemerintah untuk bersama-sama mengeksplorasi solusi dan praktik terbaik dalam mengurangi polusi udara di Indonesia.
"Dengan adanya kolaborasi lintas sektor ini, diharapkan upaya untuk mengatasi masalah polusi udara di Indonesia dapat semakin ditingkatkan dan membawa dampak yang signifikan bagi persoalan kualitas udara di negeri ini," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirgayuza Setiawan, Editor Buku Strategi Transformasi Bangsa Prabowo Subianto, menegaskan bahwa ambisi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen tidak mungkin tercapai tanpa mengatasi polusi udara.
Baca juga:
"Kita tidak bisa mencapai ekonomi dengan produktivitas tinggi jika polusi udara mengancam kualitas sumber daya manusia. Usia harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini hanya 68 tahun, jauh di bawah rata-rata global. Kondisi ini akan memburuk jika tingkat polusi udara tetap tinggi. Bandingkan dengan Singapura yang memiliki usia harapan hidup 83 tahun," jelasnya.
Dirgayuza juga menekankan bahwa mengatasi polusi udara merupakan peluang ekonomi bagi Indonesia, termasuk meningkatkan daya saing di mata talenta global serta mendorong potensi ekonomi hijau.
"Mengatasi polusi udara sejalan dengan visi pemerintahan Prabowo-Gibran untuk meningkatkan potensi ekonomi hijau, termasuk melalui produksi kendaraan listrik seperti mobil, bus, dan motor," tambahnya.
Dengan demikian, lanjut Dirgayuza, penanganan polusi udara tidak hanya akan memperpanjang usia harapan hidup masyarakat Indonesia tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi hijau dan menarik talenta global.