Bagikan:

JAKARTA – Koalisi Advokasi Masyarakat Anti Islamphobia yang tergabung dari beberapa ormas mengecam kabar salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan membatasi pegawainya menggunakan hijab. Mereka menilai adanya tindakan diskriminatif berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan) yang diduga dilakukan oleh pihak rumah sakit.

Ketua Advokat Persaudaraan Islam, Aziz Yanuar mengatakan, menurut ketentuan Pasal 10 Undang-undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (UU Anti Diskriminasi) mewajibkan setiap warga negara untuk mencegah terjadinya diskriminasi Ras dan Etnis di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penggunaan hijab oleh seorang muslimah merupakan kewajiban syariat Islam yang pelaksanaannya dilindungi oleh undang-undang in casu Pasal 28E ayat (1), Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, Pasal 4 dan Pasal 22 UU Hak Asasi Manusia, dan Pasal 18 international Covenant on Civil and Political Rights ("ICCPR).

"Pemberlakuan aturan pelarangan pemakaian hijab terhadap para pekerja yang diduga dilakukan di lingkungan rumah sakit adalah tindakan diskriminatif dan mengarah pada islamophobia yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yaitu ketentuan Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 80 UU Ketenagakerjaan, bahkan melanggar ketentuan pidana sebagaimana dimaksud Pasal 4 juncto Pasal 15 UU Anti Diskriminasi dan Pasal 185 UU Ketenagakerjaan," kata Aziz kepada VOI, Selasa, 3 September.

Terkait hal ini, Koalisi Advokasi Masyarakat Anti Islamphobia secara tegas mensomasi.

Dikatakan Aziz, pihak rumah sakit harus melakukan investigasi secara menyeluruh terhadap pelarangan penggunaan hijab kepada seluruh pekerja di lingkungannya.

"Memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak di lingkungan rumah sakit yang terlibat dalam pelarangan penggunaan hijab tersebut," ujarnya.

Pihak rumah sakit harus menyampaikan kepada publik secara transparan jumlah pekerja yang terdampak dari larangan penggunaan hijab sebagai bentuk tanggung jawab terhadap keterbukaan informasi publik.

Pihak rumah sakit diminta menyampaikan permintaan maaf secara tertulis kepada seluruh karyawan yang terdampak aturan pelarang penggunaan hijab.

"Mencabut dan tidak memberlakukan lagi aturan atau kebijakan yang melarang karyawan muslimah di rumah sakit tersebut untuk mengenakan hijab," katanya.

Aziz menyebut, apabila somasi terbuka ini tidak diindahkan dalam jangka waktu 3x24 jam sejak tanggal surat somasi ini, maka pihaknya akan menempuh upaya hukum lebih lanjut berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

"Ini demi terciptanya kehidupan masyarakat tanpa diskriminasi dan islamophobia," ucapnya.

Seperti diketahui, viral di media sosial dugaan RS Medistra yang terletak di Jakarta Selatan membatasi pegawainya menggunakan jilbab. Hal ini terungkap dari surat protes yang ditulis seorang dokter bernama Diani Kartini kepada manajemen RS Medistra.

Diani membeberkan, dalam sesi wawancana proses rekrutmen tenaga kesehatan, RS Medistra mengungkap pertanyaan apakah pelamar bersedia membuka jilbab jika diterima menjadi pegawai. Sebab, RS Medistra disebut RS internasional.

"Saya sangat menyayangkan jika di zaman sekarang masih ada pertanyaan rasis. Dikatakan RS Medistra berstandar internasional, tetapi kenapa masih rasis seperti itu?" ungkap Diani dalam surat yang kini beredar di media sosial X.

Permintaan Maaf Pihak Rumah Sakit

Sementara itu, RS Medistra, Jakarta Selatan meminta maaf atas adanya pernyataan bahwa pegawainya dibatasi penggunaan hijab saat bertugas. Pernyataan permintaan maaf itu disampaikan setelah mencuat di media sosial.

“Kami memohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan akibat isu diskriminasi yang dialami oleh salah seorang kandidat tenaga kesehatan,” Direktur RS Medistra Agung Budisatria dalam keterangan tertulisnya, Senin 2 September

Agung juga mengatakan bila saat ini terkait dengan wawancara yang viral itu sudah dalam penanganan manajemen.

Ia juga menegaskan akan ada pengontrolan secara ketat ketika proses perekrutan pekerja RS Medistra, Jakarta Selatan.

"Ke depan, kami akan terus melakukan proses kontrol ketat terhadap proses rekrutmen ataupun komunikasi, sehingga pesan yang kami sampaikan dapat dipahami dengan baik oleh semua pihak," tutupnya