JAKARTA - Pemerintah berencana melakukan pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, khususnya pertalite pada 1 September 2024 mendatang.
DPR meminta Pemerintah untuk melakukan persiapan dengan matang dan gencar memberi sosialisasi kepada masyarakat agar kebijakan ini berjalan efektif.
"Implementasi kebijakan ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kesulitan bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan Pertalite. Pastikan kebijakan tersebut tepat sasaran dan jangan merugikan rakyat," ujar Anggota Komisi VII Abdul Kadir Karding dalam siaran pers, Selasa 27 Agustus.
Menurutnya, kebijakan ini akan menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat jika Pemerintah tidak memberikan penjelasan secara benar dan utuh.
“Maka Pemerintah perlu memastikan bahwa ada mekanisme yang jelas dan transparan untuk mengidentifikasi dan membantu kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan subsidi sehingga mereka masih tetap bisa memanfaatkan pertalite,” tuturnya.
Sebelumnya, mantan Menteri ESDM Arifin Tasrif membicarakan rencana pembatasan pembelian pertalite dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR. Arifin Tasrif mengatakan tujuan kebijakan itu untuk memastikan subsidi BBM lebih tepat sasaran dan mengurangi beban negara terhadap subsidi bahan bakar.
Hal ini lantaran ditemukan banyak pengguna BBM bersubsidi datang dari kalangan menengah ke atas sehingga subsidi dari Pemerintah tidak efektif menjangkau masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi. Walau begitu, Pemerintah diharapkan memberikan edukasi yang baik kepada masyarakat agar tidak menimbulkan kontroversi.
"Kebijakan ini mungkin juga akan menimbulkan reaksi dari masyarakat, terutama mereka yang merasa terdampak oleh pembatasan ini. Perlu ada mekanisme dan edukasi kepada masyarakat mengenai tujuan dan manfaat dari kebijakan pembatasan pembelian pertalite," ujar Karding.
Legislator dari Dapil Jawa Tengah VI ini mengatakan, Pemerintah harus memastikan bahwa sistem pendaftaran kendaraan di MyPertamina berfungsi dengan baik sebelum kebijakan diterapkan. Karding meminta agar dilakukan persiapan teknis yang matang, termasuk uji coba sistem dan pelatihan untuk petugas SPBU untuk menghindari gangguan dalam pelaksanaan kebijakan.
"Kalau menggunakan aplikasi ini kan riskan dengan masalah teknis seperti gangguan server atau kesalahan data, jadi harus diantisipasi dan diatasi secara proaktif. Sebelum diimplementasikan harus pastikan bahwa semuanya lancar," ucapnya.
Lebih lanjut, Karding mengingatkan pentingnya disiapkan sistem pengawasan yang ketat untuk mengantisipasi adanya kemungkinan penjualan BBM subsidi kepada pihak-pihak yang tidak berhak. Tentunya hal ini dapat merugikan masyarakat yang memang betul-betul berhak memperoleh subsidi.
"Perlu diperhatikan bahwa kebijakan ini pasti ada risikonya, maka persiapkan pengawasan untuk mengurangi risiko terjadinya penyimpangan atau penyelewengan dalam pelaksanaan kebijakan," tegas Karding.
BACA JUGA:
Komisi di DPR yang membidangi urusan energi itu juga berharap Pemerintah menyiapkan strategi mitigasi untuk mengurangi beban ekonomi pada masyarakat menengah yang terdampak pada kebijakan tersebut. Apalagi, kata Karding, kondisi ekonomi saat ini menimbulkan fenomena banyak kelompok kelas menengah yang berpotensi turun ke kelompok masyarakat kelas bawah dari sisi ekonomi.
“Pastikan bahwa dampak kebijakan ini tidak merugikan kelompok yang paling rentan. Serta seluruh proses harus dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas tinggi untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya diterima tetapi juga dipahami dan dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat,” urainya.
"Sosialisasikan secara baik, persiapan sistem yang matang, dan pengawasan yang ketat adalah kunci untuk keberhasilan implementasi kebijakan pembatasan pertalite ini," pungkas Karding.