Bagikan:

JAKARTA – Direktur Trias Politica, Agung Baskoro menilai mulusnya langkah Muhaimin Iskandar atau Cak Imin terpilih kembali sebagai Ketua Umum PKB tak lepas dari masih masifnya sentimen negatif terhadap penguasa.

Menurutnya, Cak Imin bisa saja bernasib sama seperti Airlangga Hartarto yang harus lengser dari kursi Ketua Umum Partai Golkar. Tapi, sikap antipati publik terhadap istana terkait UU Pilkada membuat saat ini dianggap belum tepat untuk mengambil alih PKB dari tangan Cak Imin.

“Berbeda hal dengan kemarin, arahan invisible hand untuk Airlangga, angin publik kan masih belum terkonsolidasi. Jadi kalau sekarang ini justru sebaliknya, jadi kalau memang mau main -main sama Cak Imin, publik bersama dia, karena sedang ada antipati kepada istana,” ujar Agung, Minggu 25 Agustus 2024.

Selain itu, Cak Imin disebut lebih lincah daripada Airlangga dalam urusan “melayani” kepentingan politik penguasa. Keputusan Cak Imin bergabung ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, hingga memberikan dukungan kepada sejumlah calon kepala daerah (cakada), dinilai menjadi jalan keluar meloloskan diri dari himpitan.

Hal ini, lanjut Agung, berbeda dengan Airlangga yang terlihat menarik ulur dukungan kepada sejumlah cakada. Contohnya adalah tarik ulur dukungan Golkar ke menantu Jokowi di Pilgub Sumatera Utara Bobby Nasution, gelagat berkoalisi dengan PDIP dalam mendukung Airin Rachmy Diany di Banten dan pemberian dukungan untuk Ridwan Kamil maju di Pilgub Jakarta.

“Jadi tarik ulur itu kan melelahkan buat istana dan buat KIM,” imbuhnya.

Sementara Cak Imin, begitu masuk KIM Plus langsung menyatakan PKB mendukung semua calon yang disodorkan KIM. Cak Imin juga tidak lagi berbicara soal narasi perubahan, seperti yang dilakukan saat masih berduet dengan Anies Baswedan saat pelaksanaan Pilpres 2024.

“Jadi sekarang jangan dulu momennya. Tapi kalau dipaksa, kena sendiri itu boomerang politik. Sekarang anginnya ingin melawan Istana,” kata Agung.