Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI, Wisnu Wijaya mendesak Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) merevisi aturan terkait larangan menggunakan jilbab bagi pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka).

Wisnu mengaku prihatin dengan aturan BPIP yang membuat muslimah anggota paskibraka berpotensi menanggalkan jilbabnya dalam melaksanakan tugas pengibaran bendera pusaka pada upacara kenegaraan 17 Agustus 2024.

Menurutnya, klaim BPIP yang menyebut hal itu dilakukan atas dasar sukarela, sulit diterima dengan akal sehat.

“Selain tidak bijaksana, aturan itu juga dibuat dengan dasar yang lemah karena secara filosofis bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi, yakni sila pertama Pancasila dan Pasal 28E ayat (1-2) serta Pasal 29 ayat (1-2) UUD NRI 1945,” ujar Wisnu kepada wartawan, Kamis, 15 Agustus.

Legislator PKS itu menjelaskan, kekhawatirannya ini terkait adanya upaya sekularisasi yang tercermin lewat aturan BPIP, yang menyasar muslimah anggota paskibraka berjilbab tersebut.

“Kami tegas menentang hal itu. Indonesia adalah negara berketuhanan, bukan negara sekuler. Artinya, negara mendudukkan agama sebagai nilai-nilai (value) yang bersenyawa dengan sendi-sendi kehidupan masyarakat serta praktik berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia. Bukan justru menegasikannya dari praktik berbangsa dan bernegara kita, sebagaimana tercermin dari aturan BPIP tersebut,” jelasnya.

Wisnu menegaskan, pondasi Indonesia sebagai Negara yang berketuhanan secara eksplisit tercermin dalam bunyi alinea ketiga Pembukaan UUD 1945.

"Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya," kata Wisnu.

"Artinya, para founding fathers Republik, baik yang berhaluan nasionalis, bahkan yang komunis pada masa itu, juga mengakui bahwa republik ini bisa merdeka dan berdiri karena adanya peran ilahiyah, bukan semata-mata karena usaha material mereka saja,” tegasnya.

Sehingga, lanjut Wisnu, menjadi ahistoris dan tidak relevan apabila ada kebijakan penyelenggara negara saat ini yang justru memposisikan praktik keagamaan dengan praktik kebangsaan secara berhadap-hadapan (vis a vis) atau saling menegasikan satu sama lain.

Oleh karena itu, Wisnu mengusulkan agar BPIP segera merevisi aturan tersebut. Menurutnya, agar aturan itu mencerminkan “jalan tengah” dengan mengakomodasi keinginan muslimah anggota paskibraka yang ingin menggunakan jilbab diwadahi kebutuhannya tersebut secara proporsional.

“Kami mendorong agar aturan itu mencerminkan jalan tengah. Jilbab tetap bisa digunakan, bagi yang menghendaki, sepanjang model dan cara penggunaanya tidak membuat performa dari anggota paskibraka terganggu dan tetap terlihat patut," kata Wisnu.

"Lagipula, sejauh ini belum ada temuan yang menunjukan bahwa penggunaan jilbab bagi wanita yang berperan di ranah publik mengganggu performa mereka selama menjalankan tugas dan tanggungjawabnya,” pungkasnya.