Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid menilai mandat penuh dari Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar untuk mengevaluasi PKB melanggar aturan dan etika.

"Keputusan yang diambil, itu melanggar etika, sekaligus aturan. Etika dalam bentuk bernegara, aturan dalam bernegara sekaligus etika di dalam NU dan PKB," kata Jazilul di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Selasa, 13 Agustus.

Menurut Jazilul, PKB dan PBNU adalah dua entitas yang beberbeda. PKB, meski lahir dari rahim NU, merupakan partai politik. Sementara, PBNU adalah organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam.

Payung hukum yang melandasi berdirinya PKB dan PBNU, ditegaskan Jazilul, juga berbeda. PKB berdiri dengan berdasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

Sementara, PBNU berdiri dengan berdasarkan pada UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

"PKB dilindungi dengan UU Parpol dan NU (diatur) UU Ormas. Tidak punya hak, justru keputusan itu melanggar AD/ART NU dan melenceng dari fitrah NU," ucap Jazilul.

"Apanya yang mau dibenahi? Justru hari ini PKB memiliki prestasi yang luar biasa. Yang harus dibenahi menurut saya justru PBNU-nya hari ini," lanjutnya.

Puluhan kiai struktural dan pengasuh pondok pesantren berkumpul di Pesantren Tebuireng, Jawa Timur, pada Senin, 12 Agustus. Mereka meminta agar PBNU segera mengambil langkah strategis dalam upaya perbaikan PKB ke depan.

Dalam pertemuan itu, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar memberi mandat penuh yang dinamakan "Mandat Tebuireng" kepada Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf untuk memperbaiki PKB.

“Saya mendapatkan perintah langsung dari Rais Aam untuk menindaklanjuti laporan dari para kiai,” kata Gus Yahya.

Gus Yahya mengaku akan segera merumuskan sejumlah langkah memperbaiki PKB menjelang partai itu menyelenggarakan Muktamar di Bali pada 24-25 Agustus 2024.