JAKARTA - Bareskrim Polri mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto PTPN XI terintegrasi Engineering, Procurement, Construction and Commisioning (EPCC) tahun 2016.
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa menyebut proyek yang direncanakan pada 2014 tersebut menggunakan sumber dana dari APBN.
"Proyek ini sebagai tindak lanjut program strategis BUMN didanai oleh PMN yang dialokasikan pada APBN-P tahun 2015," ujar Arief dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 13 Agustus.
Nilai kontrak proyek pengadaan tersebut sekitar Rp871 miliar. Berdasarkan hasil pengusutan sementara dugaan korupsi yang terjadi mengakibatkan proyek belum rampung dan diduga menimbulkan kerugian negara.
"Fakta penyidikan ditemukan anggaran untuk pembiayaan proyek EPCC PG Djatiroto Lumajang kurang dan tak tersedia sepenuhnya sesuai dengan nilai kontrak sampai kontrak ditandatangani," sebutnya.
Kemudian, Direktur Utama PTPN XI inisial DP dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT juga disebut mengondisikan proses lelang.
Mereka berkerja sama untuk meloloskan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam sebagai penyedia untuk proyek pekerjaan konstruksi terintegrasi EPCC pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto Lumajang PTPN XI tahun 2016.
Selain itu, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT juga meminta panitia lelang untuk membuka lelang sedangkan HPS masih diriview oleh tim konsultan PMC.
"Panitia lelang tetap melanjutkan lelang padahal prakualifikasi hanya 1 PT WIKA yang memenuhi syarat. Sedangkan perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam dan 9 perusahaan lainnya tidak lulus. Untuk perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam gagal karena dukungan bank belum merupakan komitmen pembiayaan proyek dan lokasi workshop di luar negeri," sebutnya.
Bahkan, isi dari kontrak perjanjian dirlubah dan tidak sesuai dengan rencana kerja syarat-syarat/RKS dengan menambahkan uang muka 20 persen dan menambahkan juga pembayaran letter of credit atau LC ke rekening luar negeri. Tahapan pembayaran procurement yang menguntungkan penyedia tanpa mengikuti proses GCG.
Kontrak perjanjian ditandatangani tidak sesuai dengan tanggal yang tertera dikontrak karena kontrak perjanjian masih dikaji atau dibahas oleh kedua belah pihak dari 23 Desember 2016 sampai dengan Maret 2017.
"Proyek dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan. Jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan expired dan tidak pernah diperpanjang. Metode pembayaran barang impor atau letter of credit tidak wajar," sebut Arief.
BACA JUGA:
Atas penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya akhirnya berimplikasi mengakibatkan proyek sampai saat ini mangkrak dan uang PTPN XI sudah keluar kepada kontraktor hampir 90 persen.
"Penyidik pun sudah mengirimkan surat ke BPK untuk permintaan penghitungan kerugian negara dan hingga saat ini belum ada penetapan tersangka," kata Arief.