JAKARTA - Panglima militer Bangladesh Jenderal Waker-Uz-Zaman akan berpidato di depan negara itu pada pukul 14.00 waktu setempat, Senin, 5 Agustus.
Dilansir Reuters, pengumuman pidato tersebut muncul ketika protes baru pecah di negara Asia Selatan yang menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Sheikh Hasina.
Diberitakan sebelumnya, puluhan orang tewas dan ratusan lainnya luka dalam bentrokan di Bangladesh pada Minggu, 4 Agustus saat puluhan ribu pengunjuk rasa menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri Sheikh Hasina. Polisi menembakan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan massa.
Pemerintah mengumumkan jam malam nasional tanpa batas waktu mulai pukul 6 sore (12.00 GMT) pada hari Minggu, pertama kali mengambil langkah seperti itu selama protes saat ini yang dimulai bulan lalu. Itu juga mengumumkan hari libur umum tiga hari mulai Senin.
Kerusuhan telah mendorong pemerintah menutup layanan internet. Rusuh ini merupakan
ujian terbesar Hasina sejak Januari ketika protes mematikan meletus setelah dia memenangkan masa jabatan keempat berturut-turut dalam pemilihan yang diboikot oleh oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh.
Para pengkritik Hasina, bersama dengan kelompok-kelompok hak asasi manusia, menuduh pemerintahnya menggunakan kekuatan yang berlebihan untuk membasmi gerakan tersebut. Tuduhan ini dibantah Hasina dan para menterinya.
Para pengunjuk rasa memblokir jalan raya utama pada hari Minggu ketika para pengunjuk rasa mahasiswa meluncurkan program non-kerjasama untuk menekan pengunduran diri pemerintah, dan kekerasan menyebar ke seluruh negeri.
"Mereka yang memprotes di jalanan saat ini bukanlah mahasiswa, tetapi teroris yang ingin mengacaukan bangsa," kata Hasina setelah rapat panel keamanan nasional, yang dihadiri oleh kepala angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara, polisi.dan lembaga lainnya dikutip dari Reuters, Minggu, 4 Juli.
"Saya mengimbau warga negara kita untuk menekan para teroris ini dengan tangan yang kuat."
Kantor-kantor polisi dan kantor-kantor partai yang berkuasa menjadi sasaran ketika kekerasan mengguncang negara berpenduduk 170 juta orang itu.