JAKARTA - Wakil Presiden Ma'ruf Amin punya sejumlah tantangan kepada gubernur seluruh Indonesia. Ma'ruf meminta para gubernur melakukan terobosan dalam menyelesaikan sejumlah masalah krusial dalam masyarakat.
Pernyataan ini disampaikan Ma'ruf dalam pembukaan Musyawarah Nasional Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia ke-6. Acara ini digelar di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.
Munas menjadi momen tepat bagi Ma'ruf untuk meminta para gubernur melakukan evaluasi program kerja dan menyiapkan program kerja yang akan datang.
Pertama, Ma'ruf meminta gubernur serius untuk mengentaskan kemiskinan di tiap daerah kepemimpinannya. Meskipun, diakui bahwa angka kemiskinan menurun hingga 9,41 persen pada 5 tahun terakhir.
"Pertama kali tingkat kemiskinan Indonesia menurun hingga berkura g 1 digit. Tapi, ini harus jadi perhatian utama kita. Meski menurun jumlahnya masih sangat besar, yaitu pada kisaran 25 juta orang," tutur Ma'ruf, Senin, 25 November.
Kedua, Ma'ruf meminta para kepala daerah tingkat provinsi ini mencegah kenaikan angka stunting. Stunting adalah kondisi di mana seorang anak memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar usianya.
Belakangan ini, stunting jadi masalah kesehatan yang difokuskan oleh pemerintah pusat. Satu dari tiga balita mengalami stunting. Karenanya, pemerintah menargetkan penurunan stunting menjadi 20 persen pada 2024.
"Lemahnya koordinasi menyebabkan sulitnya pencegahan stunting dapat diterima lengkap sampe desa. Padahal, selama ini tersedia anggaran yang cukup besar, tersebar melalui APBN, APBD, alokasi khusus, dan dana desa. Perlu perhatian besar karena selain jadi beban utama, penyakit tak menular ini justru disebabkan oleh perilaku hidup yang tak sehat," ujar Ma'ruf.
Selanjutnya, Ma'ruf mengkhawatirkan tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan imunisasi. Angka kematian ibu saat ini berkisar 305 per 100 ribu kelahiran. Angka kematian bayi juga masih tinggi, yaitu 24 per 1000 kematian.
Sementara, proporsi imunisasi dasar lengkap turun dari 59,2 persen pada tahun 2013 menjadi 57,9 persen pada 2018.
"Salah satu penyebabnya adalah isu mengenai kehalalan vaksin. Meski MUI sudah mengeluarkan fatwa, tapi belum tersosialisasi secara intensif (di tingkat daerah)," jelas dia.
Lebih lanjut, Indonesia harus berhadapan dengan sulitnya keberlanjutan sekolah antar jenjang pendidikan terutama dari keluarga miskin. Berdasarkan data, hanya 60 persen orang yang lanjut ke SMP. Sementara hanya 30 persen yang lanjut SMA. Kemudian, 4 persen yang lanjut ke PT.
"Angka drop out disebabkan adanya biaya, anak usia sekolah harus bekerja, pernikahan dini, dan merasa pendidikannya sudah cukup. Di sela upaya kita masib terdapat 3,6 juta anak yang berada pada usia sekolah tapi tidak sekolah," ucapnya.
Terakhir, tantangan lain yang perlu diperhatikan para gubernur adalah upaya peningkatan perlindungan keluarga dan anak. Ma'ruf mengimbau agar pemerintah di tiap provinsi membentuk komisi perlindungan anak di tiap daerah.
"Anak harus dilindungi dari berbagai kekerasan, ajaran intoleransi, ajaran permusuhan. Saya imbau agar pemda membentuk komisi perlindungan anak daerah di Indonesia," tutupnya.