Bagikan:

JAKARTA - Saat hamil sembilan bulan, Ola Al-Kurd tidak sabar untuk menggendong bayinya dan membawa kehidupan baru ke Gaza selama perang yang menewaskan lebih dari 39.000 warga Palestina dan meluluhlantahkan sebagian besar daerah tersebut.

Tapi momen spesial itu tidak pernah datang.

Serangan udara Israel menghantam rumah keluarga di Al-Nuseirat di Gaza tengah pada 19 Juli, menurut ayahnya Adnan Al-Kurd.

Ledakan membuat Ola terjatuh beberapa lantai hingga tewas di dalam rumah tersebut, yang penghuninya termasuk wanita, anak-anak, dan orang tua.

Entah bagaimana, bayinya selamat, begitu pula suaminya yang dirawat di rumah sakit.

“Merupakan keajaiban bahwa janin tetap hidup di dalam dirinya ketika dia syahid (meninggal),” kata Adnan Al-Kurd sambil merenungkan foto wisuda putrinya dilansir Reuters, Rabu, 24 Juli.

Ledakan tersebut, seperti banyak ledakan lainnya, menewaskan beberapa anggota satu keluarga, tragedi sehari-hari di Gaza sejak Israel memulai serangannya di Gaza sebagai respons atas serangan lintas batas yang menghancurkan oleh militan Hamas Palestina pada 7 Oktober tahun lalu.

Mediator dari Amerika Serikat, Qatar dan Mesir telah gagal dalam berbagai upaya untuk mencapai gencatan senjata.

Jadi kecil kemungkinan serangan udara dan penembakan Israel akan berakhir dalam waktu dekat.

“Dia ingin menggendong anaknya dan memenuhi rumah kami dengan kehadirannya,” kata Al-Kurd.

"Dia akan berkata, 'Bu, semoga ini bisa menggantikan kehilangan saudara-saudaraku yang mati syahid dan membawa kehidupan kembali ke rumah kami’,” tutur Al-Kurd

Melawan segala rintangan, ahli bedah di rumah sakit Al Awda di Nuseirat – tempat Ola pertama kali dirawat setelah serangan tersebut – berhasil melahirkan bayi yang diberi nama Malek Yassin.

Dia kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Al Aqsa di Deir al-Balah, di mana seorang bibinya menyentuh wajah bayi tersebut saat dia terbaring di inkubator.

“Alhamdulillah, nyawa bayi ini terselamatkan dan dia sekarang hidup dan sehat,” kata dokter Khalil Al-Dakran di rumah sakit, di mana banyak fasilitas medis hancur selama lebih dari sembilan bulan perang.

Al-Kurd menatap foto ketiga anaknya yang tewas dalam perang Gaza. Dia mengatakan bayi Yassin berambut pirang seperti mendiang pamannya Omar.

“Saya pergi mengunjunginya setiap hari. Dia adalah bagian dari diriku,” katanya.

Bayi-bayi yang selamat dari pemboman Israel tidak mendapatkan bantuan karena konflik tersebut menimbulkan lebih banyak kerusakan di Jalur Gaza yang padat penduduk.

“Kami sebenarnya menghadapi kesulitan yang sangat besar di bagian perawatan bayi,” kata Al-Dakran.

Rumah sakit di Gaza dihancurkan atau rusak parah selama perang, yang dimulai ketika pejuang pimpinan Hamas menyerang Israel, menewaskan 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang menurut penghitungan Israel.

Israel membalasnya dengan serangan udara dan darat yang telah menewaskan lebih dari 39.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, dan meratakan sebagian besar wilayah pesisir.

“Apa kesalahan anak ini yang memulai hidupnya dalam keadaan yang sulit dan sangat buruk, tanpa mendapatkan kebutuhan hidup yang paling mendasar?” kata Dakran.