Bagikan:

MATARAM - Dinas Pertanian dan Perkebunan Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkapkan kekeringan lahan pertanian akibat musim kemarau mulai terjadi di wilayah tersebut.

"Rata-rata di NTB sudah mengalami kekeringan, kecuali Kota Mataram," kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB Muhammad Taufieq Hidayat di Mataram, Antara, Selasa, 23 Juli.

Taufieq menuturkan meski hujan sudah lama tidak turun dan kekeringan melanda banyak tempat, namun hal itu tidak terlalu berdampak signifikan terhadap produksi pangan.

Para petani di Nusa Tenggara Barat mampu membaca kondisi alam dan hanya menanam komoditas yang berpotensi bisa panen, seperti jagung dan tembakau yang cocok saat musim kemarau.

"Petani sebenarnya cerdas, mereka melihat iklim kalau (kemarau) tidak cocok padi, sehingga mereka menanam yang berpotensi (tumbuh) jangan sampai bisa tanam tetapi tidak bisa bisa panen," kata Taufieq.

Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB menyebutkan angka produksi padi hingga semester I 2024 telah mencapai 899 ribu ton, sedangkan target produksi sebesar 1,4 juta ton pada tahun ini.

Pemerintah membantu para petani dengan pompanisasi dan irigasi perpompaan sebagai bentuk mitigasi dalam menghadapi musim kemarau.

Irigasi perpompaan adalah bantuan uang tunai kepada kelompok tani senilai Rp112,8 juta. Para petani merencanakan sendiri dengan pola mereka dengan dibantu oleh konsultan pendamping.

Sedangkan, perpompaan merupakan bantuan dari pemerintah pusat sekitar 4.100 unit.

"Sekarang bantuan itu sudah terserap sekitar 30 persen," ujar Taufieq.

Lebih lanjut dia menyampaikan alasan bantuan pemerintah pusat kurang terserap karena proses pengadaan distribusinya agak telat, sehingga petani yang seharusnya menanam padi sudah terlanjur menanam jagung.

Pemerintah NTB tidak menyalurkan bantuan pompa kepada para petani yang menanam jagung karena pompa itu hanya untuk padi.

"Kalau ada yang belum terdistribusi untuk musim tanam ketiga, ada sumber air, mereka mau tanam padi, maka kami distribusikan kembali pompa tersebut," pungkas Taufieq.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia terjadi pada Juli dan Agustus 2024.

Angin dominan dari arah timur hingga tenggara membawa massa udara kering dan dingin dari daratan Australia ke Indonesia sehingga kurang mendukung proses pertumbuhan awan.