Bagikan:

JAKARTA - Kejaksaan Negeri Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu telah menyita sejumlah uang dan aset yang terkait dengan kasus dugaan korupsi anggaran negara untuk modal usaha di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

“Sejak beberapa hari terakhir kami sudah melakukan sejumlah penyitaan yakni uang tunai sekitar Rp204,2 juta dari sejumlah pihak, termasuk dari dua tersangka,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mukomuko Rudi Iskandar dalam keterangannya di Mukomuko, dilansir Antara, Minggu, 21 Maret.

Ia mengatakan, pihaknya juga telah menyita aset milik BUMD berupa satu paket mesin air minum kemasan dan paket mesin air mineral yang disita oleh petugas dari Bandung Provinsi Jawa Barat.

Ia menyebutkan satu paket mesin air mineral dengan nilai Rp124 juta milik BUMD setempat selama ini berada di bawah pengelolaan pihak ketiga yang berada di wilayah Bandung.

“Aset berupa mesin air mineral yang berada di wilayah Bandung tersebut pada saat itu dikelola oleh pihak PT MMS sebagai investasi untuk usaha air mineral kemasan,” ujarnya pula.

Rudi berharap dengan adanya sejumlah penyitaan uang dan aset yang terkait dengan dugaan korupsi anggaran negara untuk modal usaha di BUMD dapat menutup kerugian negara.

Untuk sementara ini, ia mengatakan, berdasarkan estimasinya jumlah kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi anggaran negara untuk modal usaha di BUMD setempat mencapai sekitar Rp1,1 miliar lebih.

“Ini baru estimasi penyidik Kejari Mukomuko. Untuk resminya berapa jumlah kerugian negara kami masih menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” ujar Rudi.

BUMD PT Mukomuko Maju Sejahtera (MMS) terhitung sejak tahun 2006 hingga 2016 mendapatkan modal usaha atau penyertaan modal sebesar Rp7 miliar yang bersumber dari APBD pemerintah setempat.

Penyidik Kejari Kabupaten Mukomuko melakukan penyidikan terhadap pengelolaan dana sebesar Rp7 miliar yang bersumber dari APBD tahun 2006 hingga 2016.

Kejari menduga manajemen BUMD yang menerima dana untuk modal sebesar Rp7 miliar dari pemerintah setempat tersebut mengelola dana tersebut tidak sesuai aturan, sehingga berpotensi menyebabkan kerugian negara.