Bagikan:

GAZA - Rumah Sakit Al-Aqsa Martyrs di Deir al-Balah, di pusat Kota Gaza, memperingatkan bahwa kelangkaan pasokan bahan bakar dan bahan medis mengancam nyawa korban cedera di tengah perang yang berlangsung sejak Oktober.

Juru bicara rumah sakit Khalil Al-Dakran mengatakan kepada Anadolu tentang bahayanya ruang operasi yang berhenti beroperasi karena kurangnya pasokan medis, obat-obatan, dan bahan bakar.

"Kami tidak dapat melakukan operasi karena ruang operasi tidak memadai, kurangnya anestesi, dan peralatan serta perlengkapan medis yang diperlukan," kata Al-Dakran.

Berhentinya ruang operasi sama seperti "hukuman mati" bagi ratusan pasien di rumah sakit, katanya.

Al-Dakran memperingatkan bahwa jika ruang operasi berhenti berfungsi, banyak pasien akan meninggal.

Juru bicara itu menyampaikan kekhawatiran bahwa generator rumah sakit juga bisa berhenti beroperasi karena kekurangan bahan bakar, di tengah pemadaman listrik yang sedang berlangsung.

Kerusakan generator rumah sakit menimbulkan "bahaya besar dan nyata" bagi unit perawatan intensif, katanya.

Dia mendesak masyarakat internasional dan organisasi kemanusiaan untuk segera memasok bahan bakar dan pasokan medis, serta mengaktifkan kembali rumah sakit yang tidak beroperasi guna mengurangi beban para petugas perawatan kesehatan dan menyelamatkan nyawa para korban.

Karena mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang terus berlanjut sejak 7 Oktober.

Lebih dari 38.900 warga Palestina, yang sebagian besar dan anak-anak, telah tewas, dan lebih dari 89.600 lainnya luka-luka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Lebih dari sembilan bulan serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan terhadap akses makanan, air bersih dan obat-obatan.

Israel dituding melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang dalam putusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, di mana lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum mereka diserang pada 6 Mei.