JAKARTA - Setelah sebulan menerapkan kebijakan "tangan besi" yang bertujuan memerangi merajalelanya kejahatan narkoba dan geng, polisi Honduras menyita ratusan senjata dan menangkap tersangka anggota geng.
Dengan pendekatan tangan keras alias “mano duro" dalam bahasa Spanyol, Presiden Honduras Xiomara Castro menggunakan kekuatan darurat untuk menetapkan anggota geng sebagai teroris dan mengirim pasukan keamanan ke lingkungan yang penuh kejahatan.
Dia berencana memenjarakan lebih dari 20.000 orang di penjara besar yang baru.
Strategi ini merupakan versi yang lebih ringan dari taktik negara tetangga El Salvador. Di sana, Presiden Nayib Bukele juga telah menangguhkan hak konstitusional, menerapkan persidangan massal, dan memenjarakan sekitar 2 persen populasi orang dewasa dan ribuan anak di bawah umur.
Di Honduras, terdapat keraguan yang meluas apakah pemerintah akan mampu meniru hasil yang dicapai El Salvador, di mana tingkat kejahatan menurun drastis dan kehidupan telah berubah.
“Sayangnya mereka telah memperluas tindakan (darurat) untuk mendapatkan hasil, namun kami bertanya pada diri sendiri: Hasil apa yang sebenarnya diharapkan polisi dan hasil apa yang diharapkan warga?” kata pengacara dan analis keamanan Saul Bueso dilansir Reuters, Sabtu, 20 Juli.
“Mereka mengatakan pembantaian telah berkurang, penyerangan di berbagai tempat telah menurun, namun ketika kita membaca surat kabar, kita melihat pembantaian dan pembunuhan terus berlanjut,” imbuhnya.
BACA JUGA:
Masyarakat yang telah melihat pemerintahan sebelumnya gagal dengan taktik garis keras masih belum yakin.
"Tangan besi? Tidak percaya," kata warga Norma Ochoa di ibu kota Tegucigalpa, tempat patroli rutin dilakukan.
“Dalam hal pembunuhan, kematian, kejahatan, dalam banyak hal yang kita derita dan saat ini, Tuhan adalah satu-satunya yang menopang kita,” tuturnya.