JAKARTA - Pejabat tinggi Uni Eropa menegur Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban pada Hari Selasa, setelah ia meluncurkan "misi perdamaian" konflik Ukraina yang mencakup pembicaraan dengan Donald Trump, hingga pemimpin Rusia dan Tiongkok.
Dalam surat kepada sesama pemimpin blok beranggotakan 27 negara itu, PM Orban mengatakan Trump, calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, siap untuk bertindak "segera" sebagai perantara perdamaian dalam perang Rusia-Ukraina jika ia terpilih pada Pilpres AS November mendatang.
Hungaria sendiri, yang mempertahankan hubungan dekat dengan Rusia sejak invasi Ukraina pada Februari 2022, mendapat giliran menjabat presidensi Uni Eropa selama enam bulan pada awal bulan ini.
Dalam surat balasannya, Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengatakan kepada PM Orban, ia tidak memiliki mandat Uni Eropa untuk melakukan pembicaraan tentang perang.
"Presiden bergilir Dewan tidak memiliki peran dalam mewakili Uni di panggung internasional dan tidak menerima mandat Dewan Eropa untuk terlibat atas nama Uni," kata Michel kepada PM Orban dalam surat yang dilihat oleh Reuters, seperti dilansir 17 Juli.
Mantan Perdana Menteri Belgia itu juga menolak pernyataan PM Orban yang menyebutkan Uni Eropa telah menjalankan kebijakan "pro-perang" di Ukraina.
"Justru sebaliknya," tulis Michel.
"Rusia adalah agresor dan Ukraina adalah korban yang menjalankan hak sahnya untuk membela diri," sambungnya.
Michel mengatakan, "tidak ada diskusi tentang Ukraina yang dapat dilakukan tanpa Ukraina" dan mengatakan UE telah "secara konsisten berupaya membangun dukungan internasional yang luas untuk perdamaian yang komprehensif, adil, dan abadi".
"Uni telah berupaya keras untuk menjangkau semua mitra dalam hal ini, termasuk Tiongkok," tegas Michel.
Sebelumnya, PM Orban dalam suratnya mengatakan, jika Trump menang dalam pemilihan umum AS pada Bulan November, tidak akan menunggu sampai pelantikannya, Trump akan "siap bertindak sebagai perantara perdamaian segera. Trump memiliki rencana yang terperinci dan berdasar untuk ini.
Lebih lanjut, PM Orban juga mengatakan Presiden AS Joe Biden "tidak mampu mengubah kebijakan pro-perang AS saat ini".
Ia diketahui telah lama mengkritik dukungan militer Eropa untuk Ukraina, berbeda dengan sebagian besar anggota Uni Eropa yang telah memberikan sejumlah besar bantuan militer untuk upaya perang Kyiv.
Dikatakannya, kemenangan Trump akan mengubah beban antara Amerika Serikat dan UE dalam hal dukungan finansial untuk Ukraina, yang merugikan Eropa.
"Strategi Eropa kami atas nama persatuan transatlantik telah meniru kebijakan pro-perang AS. Kami belum memiliki strategi Eropa yang berdaulat dan independen atau rencana aksi politik hingga saat ini," katanya.
Berikutnya, PM Orban juga menyarankan "membuka kembali jalur komunikasi diplomatik langsung dengan Rusia" sambil mempertahankan kontak tingkat tinggi dengan Kyiv serta melakukan pembicaraan dengan Tiongkok "mengenai modalitas konferensi perdamaian berikutnya".
Tindakannya telah memicu kemarahan di antara banyak pemerintah dan pejabat Uni Eropa.
Banyak pejabat Eropa khawatir Trump dapat memangkas dukungan AS untuk Kyiv, mendorong Ukraina ke dalam pembicaraan damai yang akan memberi Moskow sebagian besar wilayah Ukraina, membuat Presiden Rusia Vladimir Putin berani untuk mengejar petualangan militer lebih lanjut.
BACA JUGA:
Komisi Eropa pada Hari Senin mengambil langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, melarang Komisaris Uni Eropa menghadiri pertemuan yang diadakan di Hungaria di bawah kepemimpinan negara tersebut di Uni Eropa.
Beberapa pemerintah Uni Eropa juga berencana untuk hanya mengirim pegawai negeri sipil, bukan menteri pemerintah, ke pertemuan menteri di Hongaria dan 63 anggota parlemen Parlemen Eropa telah meminta Uni Eropa untuk menangguhkan hak suara Budapest di blok tersebut.
Diketahui, PM Orban melanjutkan perjalanannya ke Kyiv dengan kunjungan mendadak ke Moskow dan Beijing, sebelum menghadiri pertemuan puncak NATO di Washington minggu lalu dan mengadakan pembicaraan dengan Trump di Florida.