JAKARTA - Komisi VIII DPR RI mengungkapkan tidak ada koordinasi soal pengalihan kuota haji tambahan sebesar 50 persen dari Kementerian Agama (Kemenag). Meski Kemenag mengaku sudah mendapat persetujuan atau approval dari pihak Arab Saudi.
"Kan untuk kuota itu ada undang-undangnya. Ketika Kemenag pun sudah mendapatkan izin dari atau koordinasi dengan kementerian Arab Saudi, tapi harus berkoordinasi dengan DPR RI," ujar anggota Komisi VIII DPR, Wisnu Wijaya kepada wartawan, Selasa, 16 Juli.
"Karena kita mengingat adanya antrean yang begitu panjang jumlahnya 5,3 juta jemaah, kan mestinya dibahas dan dikonsultasikan, mana yang harus reguler dan mana yang untuk haji plus," tambahnya.
Legislator PKS itu menjelaskan, untuk kuota haji plus dalam UU sudah disebutkan bahwa penambahan kuota maksimal hanya 8 persen.
"Kalau 20 ribu bagi dua kan 10 ribu. Kita nggak mungkin, menteri menabrak aturan yang sudah ditandatangani presiden," katanya.
Wisnu pun mengamini jika Kemenag tidak ada koordinasi dengan DPR terkait penambahan kuota yang sudah mendapat approval Arab Saudi. Bahkan, kata dia, BPKH pun sudah mengakui kesalahannya.
"Ya betul, tanpa koordinasi untuk 50 persen itu. Kemarin kita FGD dengan BPKH, dan BPKH sudah mengaku salah kalau tidak berkoodinasi terkait alokasi tersebut," kata Wisnu.
Diketahui, isu alokasi tambahan kuota haji 1445 H/2024 M mencuat seiring dibentuknya Panitia Khusus Hak Angket Haji oleh DPR. Salah satu hal yang ditanyakan adalah mengapa kuota tambahan dialokasikan 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
Dikutip dari laman Kemenag.go.id, Indonesia tahun ini mendapat 221.000 kuota, terdiri atas 203.320 kuota haji reguler dan 17.680 kuota haji khusus. Ini sesuai pasal 64 UU No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah bahwa kuota haji khusus sebesar 8 persen.
Selain itu, Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Arab Saudi pada Oktober 2023 mendapat tambahan kuota spesial sebesar 20.000 jemaah. Disebut spesial karena baru kali pertama Indonesia mendapat kuota tambahan sebanyak itu.
Pasal 9 UU No 8/2019 mengatur bahwa alokasi kuota tambahan diatur oleh Menteri Agama. Kuota tambahan itu selanjutnya dialokasikan 10.000 untuk jemaah haji reguler dan 10.000 untuk jemaah haji khusus.
"Kita dapat kuota haji, 30 Juni 2023. Jumlahnya 221.000 jemaah. Saat pembahasan awal dengan Panitia Kerja DPR, jumlahnya masih 221.000. Di tengah jalan ada informasi hasil kunjungan presiden, Indonesia mendapat special ekstra kuota 20.000," terang Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latif dalam Coffee Morning Sukses Haji 2024 di Jakarta, Senin, 15 Juli.
BACA JUGA:
Hilman mengaku, sejak sebelum ada kuota tambahan, pihaknya sudah mendiskusikan dengan Arab Saudi terkait kepadatan di Mina. Menurutnya, sempat didiskusikan simulasi dari 221.000 kuota, sebanyak 30.000 gunakan skema tanazul ke hotel, untuk mengurangi kepadatan di Mina.
Tanazul maksudnya jemaah memisahkan diri dari rombongan, tidak menginap di tenda Mina, tapi kembali ke hotel di Makkah, khususnya yang dekat dengan jamarat.
Dalam perkembangan selanjutnya, tambahan kuota 20.000 mendapat approval (persetujuan) dari Kementerian Haji dan Umrah Saudi pada 8 Januari 2024, dengan alokasi 10.000 untuk haji khusus dan 10.000 reguler. Hal itu tertuang dalam MoU yang ditandatangani oleh Menteri Agama RI dan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi. MoU itu yang kemudian menjadi landasan Kemenag dalam menyiapkan layanan.
Mendapat kuota tambahan sebanyak 20.000, kata Hilman, tentu membuat pihaknya senang. Namun, hal itu juga mengharuskan Kementerian Agama untuk berpikir keras, mulai dari skema pemberangkatan jemaah, hingga penyiapan layanan, baik di tanah air maupun Tanah Suci. Apalagi, Kemenag belum pernah mendapat tambahan kuota hingga 20.000. Sebelumnya, Kemenag pernah mendapat tambahan kuota 10.000 pada 2019, dan 8.000 pada musim haji 2023.
"Lalu tahun ini mendapat tambahan kuota 20.000, tambah menantang. Kita lakukan banyak simulasi," sambungnya.