JAKARTA - PT Bank BTPN Tbk mencatat hingga akhir Desember 2019, jumlah pengguna terdaftar di aplikasi Jenius mencapai lebih dari 2,4 juta pengguna. Tak hanya itu, kredit juga tumbuh 108 persen atau sebesar Rp141,8 triliun sepanjang 2019.
Direktur Utama Bank BTPN Ongki Wanadjati Dana mengatakan, jumlah 2,4 juta pengguna Jenius tersebut tumbuh 97,8 persen dari tahun sebelumnya. Sehingga BTPN akan terus mengembangkan Jenius sebagai platform guna melayani segmen nasabah yang lebih luas sekaligus memenuhi kebutuhan para pelaku ekonomi digital.
"Sebagai pionir di bank digital, Jenius akan terus berinovasi dalam menghadirkan fitur-fitur baru yang unik dan relevan dengan kebutuhan nasabah. Kami percaya platform ini akan memainkan peran penting dalam pengembangan bisnis ritel Bank BTPN di masa depan," katanya, di Jakarta, Selasa, 24 Maret.
Ongki mengatakan nasabah BTPN banyak dimanjakan dengan layanan yang ada di Jenius. Salah satunya pengguna dapat mengaktifkan saldo mata uang asing seperti dolar Amerika Serikat, dolar Singapura, yen Jepang maupun poundsterling.
"Fitur pilihan saldo mata uang asing sendiri telah hadir di aplikasi Jenius sejak 2019 lalu. Setelah mengaktifkan fitur ini, pengguna Jenius bisa transaksi jual dan beli mata uang asing dengan rupiah dan sebaliknya melalui aplikasi," tuturnya.
Laba Tembus Rp2,6 triliun
Ongki mengatakan, pertumbuhan penyaluran kredit sepanjang 2019 salah satunya ditopang oleh pembiayaan korporasi sebesar Rp75,7 triliun, yang tercatat tumbuh 15 persen.
Menurut Ongki, penyaluran pembiayaan dilakukan melalui sejumlah sindikasi untuk proyek ketahanan energi, ketahanan pangan, serta infrastruktur. Selain kredit sindikasi, Bank BTPN juga memberikan pinjaman secara bilateral ke perusahaan swasta nasional, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), industri otomotif, hingga perusahaan yang bergerak di bidang ekspor impor.
"Melalui pembiayaan ke segmen korporasi dan industri pendukungnya, kami bersama pemegang saham pengendali (SMBC) berkomitmen mendukung program nasional dalam mewujudkan pemerataan kesejahteraan serta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," jelasnya.
Tak hanya pembiayaan korporasi, Ongki menjelaskan, penyaluran kredit juga ditopang oleh segmen kredit usaha kecil dan menengah serta kelompok prasejahtera produktif melalui anak usaha, BTPN Syariah.
"Di tengah situasi perekonomian global yang menantang, Bank BTPN senantiasa menjaga penyaluran kredit tetap sehat dan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Hal ini tercermin pada rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) sebesar 0,8 persen (gross)," tuturnya.
Ongki menjelaskan, untuk menyeimbangkan laju pertumbuhan kredit, Bank BTPN menghimpun pendanaan senilai Rp145,8 triliun di 2019, meningkat 81 persen dari 2018. Jumlah tersebut terdiri dari dana pihak ketiga (DPK) senilai Rp86,9 triliun, pinjaman pihak lain Rp52,9 triliun, serta pinjaman subordinasi Rp6 triliun.
Dari total DPK, kata Ongki, Bank BTPN berhasil meningkatkan porsi current account savings account (CASA) menjadi 28 persen pada 2019, lebih tinggi dibandingkan porsi pada 2018 yang sebesar 13 persen.
Di sisi lain, terkait dengan kecukupan likuiditas, Bank BTPN memiliki liquidity coverage ratio (LCR) sebesar 219 persen dan net stable funding ratio (NSFR) sebesar 113 persen, jauh di atas ketentuan minimum regulator 100 persen. Sebagai informasi LCR merupakan instrumen untuk menghitung rasio likuiditas jangka pendek, sedangkan NSFR untuk menghitung rasio likuiditas jangka panjang.
Sampai akhir Desember 2019, aset Bank BTPN tercatat sebesar Rp181,6 triliun atau tumbuh 79 persen secara tahunan. Adapun laba bersih setelah pajak (net profit after tax/NPAT) mencapai Rp2,6 triliun, meningkat 40 persen. Dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 24,2 persen.
"Dengan dinamika perekonomian yang ada, hasil ini patut kami syukuri. Ini dapat memotivasi dan menjadi modal kami untuk melayani lebih banyak jutaan rakyat Indonesia," ucapnya.