Bagikan:

JAKARTA - Wisma atlet sudah diresmikan sebagai rumah sakit darurat untuk penanganan virus Corona atau COVID-19. Namun, banyak yang belum mengetahui jika perubahan fungsi dari tempat tinggal sementara menjadi lokasi penanganan pasien terjangkit membutuhkan proses yang cukup rumit.

Dengan menggandeng beberapa anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) proses perubahan fungsi dilakukan dengan cepat. Butuh waktu sekitar empat hari untuk merampungkan semuanya.

Staf Khusus Menteri BUMN Bidang Komunikasi Arya Sinulingga mengatakan, persiapan perubahan fungsi dimulai mengosongkan semua barang barang, lalu menempatkan ribuan tempat tidur bagi para pasien COVID-19 sesuai dengan standar internasional. Kemudian, tahap selanjutnya menyiapkan alat-alat medis serta ruangam darurat, seperti ICU dan ruangan bertekanan negatif guna mecegah virus masuk.

"Demikian juga dengan alat kesehatannya, kami siapkan semua, mulai dari alat labnya, tes labnya, PCR, dan sebagainya, tes paru-paru, tes darah, semua dilengkapi dengan baik. Sampai dengan ICU, oksigen dan lainnya, sehingga layak menjadi rumah sakit," ucap Arya di Graha BNPB yang disiarkan lewat Twitter @BNPB_Indonesia, Selasa, 24 Maret.

Sejauh ini, Wisma Atlet sudah bisa menampung sekitar 1.500 pasien untuk menjalani perawatan medis. Jumlah ini akan terus bertambah karena akan ada ribuan ruangan rawat lainnya yang akan dibuat di beberapa tower Wisma Atlet.

"Untuk tahap berikutnya kami akan lakukan juga penambahan di tower berikutnya lagi. Di tower berikutnya tersebut ada penambahan totalnya 3.000 kamar yang kita siapkan untuk pasien Corna," ungkap Arya.

Tiga zona Wisma Atlet

Meski memiliki banyak ruangan dan lahan yang luas, bukan berarti kawasan Wisma Atlet bisa dimasuki sembarang orang. Untuk mencegah penyebaran virus corona semakin masif, kawasan ini akan dibagi menjadi tiga zona, yakni, hijau, kuning dan merah.

Zona hijau diperuntukan bagi para media yang meliput soal perkembangan pasien COVID-19 dan masyarakat yang mengantar pasien. Sedangkan, zona kuning diperuntuk kepada para tenaga medis dan non medis beristirahat atau tempat tinggal sementara.

"Beberapa tower kami siapkan untuk tenaga medis. Supaya tenaga medis punya tempat tinggal di sana dan juga tenaga supporting non medis karena kita harus tahu yang namanya rumah sakit harus ada amenity juga artinya ada pelayanan untuk pergantian kasur, pergantian selimut, dan sebagainya dan hal-hal kecil lainnya," papar Arya.

Lalu, kawasan zona merah yang hanya boleh dimasuki oleh pasien dan para tenaga medis dengan menggunakan alat pelindung diri (APD). Masyarakat umum dilarang masuk ke zona merah untuk menghindari paparan atau terjangkit COVID-19.

"Zona merah ini memang khusus pasien. Ini yang boleh masuk hanya yang mengunakan APD," tegas Arya.

Tak semua pasien bisa ke Wisma Atlet

Walau Wisma Atlet sudah mulai beroperasi jadi rumah sakit darurat, tapi tak semuanya pasien bisa menjalani perawatan COVID-19 di sana. Sebab, hanya orang-orang terjangkit dengan kondisi sedang yang akan dirawat disana.

Sedangkan, untuk orang-orang atau pasein yang kondisinya parah akan ditempatkan di rumah sakit rujukan. Alasannya, agar penanganannya lebih cepat dan terpantau dengan baik.

"Jadi ada tahapan-tahapan jadi tidak bisa diserbu ke Wisma Atlet. Kita sebar dengan kondisi pasien," kata Arya

Salah satu tempat rujukan penanganan COVID-19 adalah Rumah Sakit Pertamina Jaya, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Nantinya, rumah sakit itu akan fokus menerima pasien yang dalam kondisi parah dan membutuhkan penangan lebih. Sehingga, metode perawatannya pun akan berbeda dengan pasien di Wisma Atlet.

"Kami juga telah menyiapkan Rumah Sakit Pertamina Jaya yang berada di Jalan Ahmad Yani, kami sudah buat di sana," ucap Arya.

Membangun Rumah sakit darurat di daerah lain

Rencana selanjutnya, pemerintah akan pembangunan rumah sakit darurat di beberapa daerah. Menteri BUMN Erick Thohir sudah menginstruksikan untuk mencari lokasi atau tempat yang bakal dijadikan Rumah Sakit Darurat Covid-19. "Jadi apa yang dikerjakan di Jakarta akan diduplikasi di beberapa daerah," tegas Arya.

Beberapa daerah yang menjadi radar pembangunan rumah sakit darurat, seperti, Semarang, Bandung, Surabaya. Nantinya, Kementerian BUMN akan bekerja sama dengan Kementerian Agama untuk persiapan rumah sakit darurat ini.

Pemanfaatan asrama haji di tiap provinsi untuk dijadikan rumah sakit darurat, menjadi salah satu cara dalam rencana tersebut. Alasannya, asrama haji dianggap memenuhi kriteria karena bisa menampung orang banyak.

"Kalau memungkinkan, maka, akan kita kejar supaya nanti lokasi-lokasi tersebut bisa dijadikan rumah sakit darurat corona di beberapa provinsi," tandas Arya.