Bagikan:

LOMBOK - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mencatat tren kasus perkawinan anak pada semester pertama 2024 menurun bila dibandingkan dengan jumlah kasus 2023 yang mencapai 48 kasus.

"Jumlah kasus perkawinan anak yang ditangani hingga Juni 2024 sebanyak delapan kasus, artinya ada penurunan jika melihat kasus pada semester pertama 2023 yang mencapai 24 kasus," kata Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Lombok Tengah Baiq Indri Purnawati di Lombok Tengah, Antara, Kamis, 11 Juli. 

Dari delapan kasus perkawinan anak yang ditangani, dua kasus ditindak lanjuti dengan pemberian dispensasi pernikahan, karena usia mereka mendekati 19 tahun. 

Sedangkan enam kasus lain dilimpahkan ke Pengadilan Agama Praya untuk menentukan pemberian dispensasi pernikahan dilanjutkan atau ditunda.

"Itu nanti tergantung keputusan Pengadilan Agama Praya," katanya.

Pencegahan perkawinan anak ini telah menjadi fokus pemerintah dalam mencegah terjadinya kasus stunting dan mewujudkan Indonesia Emas 2045.

"Kami terus melakukan sosialisasi untuk mencegah perkawinan anak di Lombok Tengah," katanya.

Ia mengatakan dari hasil evaluasi yang telah dilakukan terhadap kasus perkawinan anak, rata-rata disebabkan karena kurangnya perhatian keluarga terhadap anak. Hal itulah yang menjadi alasan mereka untuk menikah dini dengan harapan mendapatkan kehidupan lebih baik.

"Kalau menikah hidup mereka lebih baik, itu alasan mereka menikah," katanya.

Oleh karena itu diharapkan peran orang tua itu sangat penting dalam mendukung pencegahan pernikahan anak tersebut dengan meningkatkan perhatian dan pengawasan kepada anak masing-masing.

"Untuk yang dipisahkan tahun ini belum ada," katanya. 

Sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah (pemda) dalam mendukung pencegahan perkawinan anak tersebut, kata dia, Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Perempuan dan Anak saat ini sedang dalam pembahasan.