Hukum Perdata, Jenis-jenis dan Tahap Penyelesaian di Dalamnya
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Hukum perdata adalah salah satu jenis hukum di Indonesia yang mengatur hubungan antara individu dengan individu lainnya. Salah satu contohnya yang kerap ditemukan adalah pencemaran nama baik yang dilakukan seseorang kepada seorang lainnya.

Contoh hukum perdata sebenarnya banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari, sebab pelanggaran hukum jenis ini memang pelanggaran yang paling sering dilakukan.

Jenis-jenis hukum perdata di Indonesia

Pelanggaran dalam jenis hukum ini memiliki karakteristik tersendiri dalam beberapa hal. Berikut ini adalah jenis-jenis hukum perdata yang paling banyak kita temui di Indonesia.  

1. Hukum Perkawinan

Dalam sebuah perkawinan terdapat hukum yang mengatur hubungan antara suami dan istri. Peraturan hukum perkawinan ini diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974.

Pada intinya, status hukum perkawinan memiliki hukum yang tidak kalah penting. Di antaranya aturan tentang pernikahan dapat dilakukan berdasarkan hukum agama dan persetujuan atas perkawinan yang berlangsung. Batas usia minimal menikah juga diatur dalam hukum ini. Secara sah, pernikahan dapat dilakukan oleh perempuan berusia 16 tahun dan laki-laki yang berusia minimal 19 tahun.

2. Hukum Waris

Contoh hukum perdata selanjutnya yang paling sering dipermasalahkan adalah hukum waris. Hukum waris mengatur pembagian harga peninggalan seseorang kepada anak-anaknya.

Hukum waris ini akan mengatur perihal wasiat, penerimaan atau penolakan warisan, fidei-commis, legitieme portie, harta peninggalan yang tidak terurus, hak mewarisi menurut undang-undang, pembagian waris, executeur-testamentair, dan bewindvoerder.

3. Hukum Kekeluargaan

Hukum mengenai kekeluargaan pun memiliki aturan tersendiri. Hukum perdata kekeluargaan ini nantinya akan mengatur hubungan kekeluargaan dan kekayaan yang telah dimiliki. Hal yang akan dibahas dalam jenis hukum ini biasanya menyangkut hukum keturunan, kekuasaan orang tua, perwalian, pendewasaan, curatele, dan orang hilang.

4. Hukum Perikatan

Hukum perikatan juga termasuk ke dalam wilayah contoh hukum perdata. Hukum ini berfungsi untuk mengatur harta kekayaan. Isi hukum ini di antaranya akan mengulas tentang perikatan yang bersyarat dari perjanjian sebenarnya, tentang perikatan ketetapan waktu, perikatan alternatif, perikatan ancaman hukum, dan masih banyak lagi.

5. Hukum Kekayaan

Contoh hukum perdata yang mengulas hukum kekayaan tentunya akan membahas dunia kekayaan dan hukum. Hukum ini akan menjelaskan jumlah harta yang akan dibagikan. Termasuk membagikan objek atau barang yang hendak dibagikan. Hukum perdata kekayaan juga memberi tawaran atau solusi atas permasalahan yang ditimbulkan dari pembagian kekayaan. Solusi tersebut juga diatur dalam undang-undang.

6. Hukum Perceraian

Contoh hukum perdata yang juga sering ditemukan di Indonesia adalah masalah perceraian. Perceraian dan gugatan perceraian dalam konteks hukum di Indonesia memiliki dasar hukum yang tercatat dan diatur dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1975, dan Kompilasi Hukum Islam (khusus mengatur perceraian pasangan Muslim). Berdasarkan UU dan peraturan tersebut terdapat tiga jenis gugatan perceraian, yaitu gugat talak dari seorang suami Muslim kepada istrinya yang Muslim melalui Pengadilan Agama; gugat cerai dari seorang istri Muslim kepada suaminya yang Muslim melalui Pengadilan Agama, dan gugat cerai dari seorang suami/istri kepada pasangannya melalui Pengadilan Negeri.

7. Hukum Pencemaran Nama Baik

Dilansir dari beberapa sumber, contoh hukum perdata yang sering kita saksikan akibat dari kebebasan berekspresi melalui media sosial adalah masalah pencemaran nama baik. Kasus pencemaran nama baik ini sering kali dialami oleh publik figur. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan seseorang sudah sepatutnya dilindungi hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum.

Bila kita cermati, isi Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE tampak sederhana bila dibandingkan dengan pasal-pasal penghinaan dalam KUHP yang lebih rinci. Oleh karena itu, penafsiran Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus merujuk pada pasal-pasal penghinaan dalam KUHP.

Misalnya, dalam UU ITE tidak ditemukan pengertian mengenai pencemaran nama baik. Dengan merujuk Pasal 310 ayat (1) KUHP, pencemaran nama baik dimaknai sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang bermaksud agar hal tersebut diketahui umum.

Penyelesaian dalam hukum perdata

Penyelesaian dalam perkara perdata terbagi menjadi beberapa langkah, di antaranya adalah sebagai berikut.

Tahap Mediasi

Pada hari sidang yang telah ditentukan oleh Majelis Hakim, jika Penggugat dan Tergugat (“Para Pihak”) telah hadir, maka sebelum melanjutkan pemeriksaan, Majelis Hakim wajib mengusahakan upaya perdamaian dengan mediasi, yaitu penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.

Mediator merupakan pihak netral yang membantu Para Pihak yang terlibat dalam perkara untuk mencari penyelesaian secara mufakat. Mediator boleh seorang Hakim Pengadilan (yang bukan memeriksa perkara) dan dapat juga seseorang dari pihak lain yang sudah memiliki sertifikat sebagai Mediator.

Tahap Pembacaan Gugatan (termasuk Jawaban, Replik, dan Duplik)

Apabila Majelis Hakim mendapatkan pernyataan Mediasi gagal dari Mediator, maka pemeriksaan perkara akan dilanjutkan ke tahap ke-2 berupa pembacaan surat Gugatan. Kesempatan pertama diberikan kepada pihak Penggugat untuk membacakan surat Gugatannya.

Pihak Penggugat pada tahap ini juga diberikan kesempatan untuk memperbaiki surat Gugatannya apabila terdapat kesalahan-kesalahan, sepanjang tidak merubah pokok Gugatan, bahkan lebih dari itu pihak Penggugat dapat mencabut Gugatannya. Kedua kesempatan tersebut diberikan sebelum Tergugat mengutarakan jawabannya.

Setelah pembacaan surat Gugatan, maka secara berimbang kesempatan kedua diberikan kepada pihak Tergugat atau kuasanya untuk membacakan Jawabannya. Jawaban yang dibacakan tersebut dapat berisi bantahan terhadap dalil-dalil Gugatan itu saja, atau dapat juga berisikan bantahan dalam Eksepsi dan dalam pokok perkara. Bahkan lebih dari itu, dalam Jawaban dapat berisi dalam rekonpensi (apabila pihak Tergugat ingin menggugat balik pihak Penggugat dalam perkara tersebut).

Tahap Pembuktian

Tahap ini nantinya akan menentukan apakah dalil Penggugat atau bantahan Tergugat akan terbukti. Dari alat-alat bukti yang diajukan Para Pihak, Majelis Hakim dapat menilai peristiwa hukum apa yang terjadi antara Penggugat dengan Tergugat.

Dari peristiwa hukum yang terbukti tersebut nantinya Majelis Hakim akan mempertimbangkan hukum yang akan digunakan dalam perkara dan memutuskan siapa yang menang dan kalah dalam perkara tersebut.

Tahap Kesimpulan

Pengajuan Kesimpulan oleh Para Pihak setelah acara Pembuktian selesai tidak diatur dalam HIR maupun dalam Rbg, tetapi Kesimpulan yang diajukan ini timbul dalam praktek persidangan. Dengan demikian, jika ada pihak yang tidak mengajukan Kesimpulan, sebenarnya merupakan hal yang diperbolehkan.

Bahkan terkadang, Para Pihak menyatakan secara tegas untuk tidak mengajukan Kesimpulan, melainkan memohon kebijaksanaan Hakim untuk memutuskan dengan seadil-adilnya.

Kesempatan pengajuan Kesimpulan sangat perlu dilaksanakan oleh kuasa hukum Para Pihak, sebab melalui Kesimpulan inilah seorang kuasa hukum akan menganalisis dalil-dalil Gugatannya atau dalil-dalil Jawabannya melalui Pembuktian yang didapatkan selama persidangan.

Dari analisis yang dilakukan itu akan didapatkan suatu Kesimpulan apakah dalil Gugatan terbukti atau tidak, dan kuasa Penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar gugatan dikabulkan. Sebaliknya kuasa Tergugat memohon kepada Majes Hakim agar gugatan Penggugat ditolak.

Tahap Putusan

Selanjutnya di dalam putusan perkara perdata memuat pertimbangan. Pertimbangan ini dibagi menjadi dua; Pertimbangan tentang duduknya perkara dan Pertimbangan tentang hukumnya. Dalam rumusan Putusan sering dibuat dengan huruf kapital dengan judul “TENTANG DUDUKNYA PERKARA dan TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM”.

Dalam Pertimbangan tentang duduknya perkara memuat isi surat Gugatan Penggugat, isi surat Jawaban Tergugat yang ditulis secara lengkap, alat-alat bukti yang diperiksa di persidangan, baik alat bukti dari pihak Penggugat maupun alat bukti dari pihak Tergugat.

Jika terdapat saksi yang diperiksa, maka nama saksi dan seluruh keterangan saksi tersebut dicantumkan dalam Pertimbangan ini, sedangkan Pertimbangan hukum suatu putusan perkara perdata merupakan pekerjaan ilmiah dari seorang Hakim, karena melalui Pertimbangan hukum inilah Hakim akan menerapkan hukum ke dalam peristiwa konkret dengan menggunakan logika hukum.

Biasanya Pertimbangan hukum ini diuraikan secara sistematis, dimulai dengan mempertimbangkan dalil-dalil Gugatan yang sudah terbukti kebenarannya karena sudah diakui oleh Tergugat atau setidak-tidaknya tidak dibantah oleh Tergugat. Setelah merumuskan hal yang telah terbukti tersebut, akan dirumuskan pokok perkara berdasarkan bantahan Tergugat.

Demikianlah penjelasan mengenai hukum perdata, jenis-jenis hukum perdata, dan tahap-tahap penyelesaian dalam kasus hukum perdata.

Ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!