Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menelusuri aliran uang terkait dugaan proyek fiktif di PT Amarta Karya. Termasuk penerimaan uang dan barang yang dilakukan Dirut AirNav Indonesia, Polana Banguningsih Pramesti dari pihak perusahaan pelat merah tersebut.

“Penyidik masih mendalami perkara Amarta Karya. Pemanggilan saksi maupun penyitaan juga masih terus dilakukan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan, Kamis, 20 Juni.

“Kita tunggu proses yang masih berjalan,” sambungnya.

Dalam kasus ini Polana telah diperiksa penyidik komisi antirasuah pada Agustus 2023. Ketika itu dia diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas perkara mantan Dirut PT Amarta Karya, Catur Prabowo.

Kepala Bagian pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut materi pemeriksaan terhadap Polana bakal dibuka di dalam persidangan. Hanya saja, dia sempat menyebut ada uang yang mengalir dan dugaannya untuk sejumlah kegiatan.

“Materi pemeriksaan pasti nanti dibuka di hadapan majelis hakim," kata Ali Fikri beberapa waktu lalu.

“Prinsipnya kami konfirmasi kepada pihak-pihak sebagai saksi dalam rangka memperjelas dugaan perbuatan tersangka dalam perkara yang terus kami selesaikan penyidikannya ini," sambungnya.

Sementara soal penerimaan barang lainnya, Ali belum mau bicara banyak. "Apakah juga ada penerimaan barang, seperti sepeda Brompton dan lain-lain tentu nanti kami akan konfirmasi dulu kepada tim penyidik KPK," tegasnya kepada wartawan.

Diberitakan sebelumnya, KPK mengembangkan kasus proyek fiktif di PT Amarta Karya dengan menetapkan dua tersangka Pandhit Sejo Aji dan Deden Prayoga yang merupakan pegawai perusahaan itu. Mereka adalah orang kepercayaan Catur Prabowo yang merupakan  eks Dirut PT Amarta Karya.

Sementara Catur sudah telah divonis 9 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan. Dia juga diharuskan membayarkan uang pengganti Rp 30,1 miliar oleh Majelis Pengadilan Tipikor Bandung.

Selain Catur, pengadilan juga menjatuhkan vonis terhadap mantan Direktur Keuangan PT Amarta Karya, Trisna Sutisna. Dia dihukum 5 tahun dan 4 bulan penjara serta diwajibkan membayar denda Rp1 miliar dan uang pengganti Rp1,3 miliar.

Komisi antirasuah saat penyidikan dilakukan mengungkap ada 60 proyek fiktif yang dikerjakan oleh PT Amarta Karya. Uang dari pembayaran lalu digunakan Catur Prabowo dan Trisna Sutisna untuk kepentingan pribadi.