JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Yofi Oktarisza, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada BTP Kelas 1 Jawa Bagian Tengah, kemudian menjadi BTP Semarang tahun 2017-2021 sebagai tersangka baru di kasus suap Ditjen Perkeretaapian (DJKA). Yofi ditahan selama 20 hari pertama.
“Untuk kebutuhan proses penyidikan dilakukan penahanan tersangka masing-masing 20 hari pertama mulai 13-2 Juli 2024 di Rutan Cabang KPK,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 13 Juni.
Asep menjelaskan Yofi akhirnya ditahan setelah KPK mengembangkan penyuapan yang dilakukan Dion Renato Sugiarto. Dia menyusul koleganya yang merupakan PPK BTP Semarang Bernard Hasibuan dan Kepala BTP Kelas 1 Semarang Putu Sumarjaya.
Kata Asep, Yofi merupakan PPK untuk 18 paket pekerjaan dari pejabat sebelumnya. “Dan 14 paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa baru di lingkungan BTP wilayah Jawa Bagian Tengah,” tegasnya.
Dalam kasus ini, Yofi diduga membantu Dion untuk mendapatkan proyek. Ia lantas mendapatkan fee sebesar 10-20 persen dari nilai paket pekerjaan.
Pemberiaan ini kemudian diteruskan kepada PPK pengganti. Kata Asep, fee biasa disampaikan sejak awal lelang paket pekerjaan dilaksanakan dan Dion jadi pihak yang mengumpulkan.
Rincian pemberian itu dalam bentuk deposito atas nama Dion pada 2018 dengan nilai awal Rp18 miliar yang kemudian bertambang menjadi Rp20 miliar yang pajaknya ditanggung. “Pada tahun 2022 sebesar Rp6 miliar dicairkan dan diubah ke dalam bentuk obligasi di Bank Mandiri sebesar Rp2 miliar dan Bank BCA sebesar Rp4 miliar,” ujar Asep.
Kemudian bentuk reksa dana atas nama Dion Renato; bentuk aset berupa tanah; bentuk mobil Innova dan Honda Jazz; dan sejumlah logam mulia.
BACA JUGA:
Selanjutnya, penyitaan sudah dilakukan KPK. Berikut rinciannya:
1. 7 deposito Rp10 miliar;
2. 1 buah kartu ATM;
3. Uang tunai senilai Rp1 miliar berasal dari pengembalian penerimaan logam emas mulia;
4. Tabungan reksa dana atas nama Dion Renato sebesar Rp6 miliar;
5. Delapan bidang tanah dan sertifikatnya di Jakarta, Semarang, Purwokerto yang nilainya lebih dari Rp8 miliar.
Akibat perbuatannya, Yofi kemudian disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b dan/atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.