MATARAM - Badan Pusat Statistik (BPS) NusaTenggara Barat (NTB) mengingatkan Pemerintah Provinsi NTB untuk mewaspadai kenaikan harga beras karena pengaruhnya terhadap lonjakan inflasi cukup besar.
"Kalau dari sisi perkembangan harga, perlu diantisipasi itu harga beras. Karena harga beras ini sudah beranjak naik kalau kita lihat sekarang," kata Kepala BPS NTB Wahyudin di Mataram, Antara, Rabu, 12 Juni.
Beras menjadi penyumbang bobot paling tinggi inflasi dibanding komoditi lain. Sebab, bila harga beras naik maka komoditi lain juga berpengaruh.
"Jadi beras itu paling tinggi untuk inflasi, sehingga perlu diantisipasi karena gejolak harga beras itu menentukan inflasi kita naik," ujarnya.
Menurut Wahyudin, upaya yang harus dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB untuk bisa meredam kenaikan harga beras, adalah dengan cara memperbanyak operasi pasar.
"Upaya pengendalian harus ada operasi pasar," ucap Wahyudin.
Ia mengakui saat ini NTB sudah kedatangan beras impor dari Vietnam sebanyak 10.500 ton dan 2.000 beras dari luar daerah yang masuk ke NTB melalui Bulog seperti dari Jawa, dan Bali, sehingga total beras yang masuk ke NTB sebanyak 12.500 ton.
"Kebijakan impor ini untuk penuhi stok pangan nasional yang ada di NTB. Bahkan kalau kita bicara stok, NTB belum mencukupi karena yang ada sekitar 50 ribu ton," ujarnya.
Namun di sisi lain, lanjutnya, panen raya pertama di NTB sudah selesai dan saat ini sudah masuk musim tanam kedua. Keadaan ini, tentu membuat harga beras di NTB menjadi naik, meski kenaikannya hanya sedikit yaitu 0,5 persen.
"Tapi meski harga beras naik 0,5 persen jangan di anggap main-main kalau beras sudah naik begitu," ujarnya lagi.
BACA JUGA:
Wahyudin menyebutkan untuk beras medium dijual di kisaran Rp10.000 sampai Rp12.300 per kilogram dan beras premium Rp14.000 per kilogram.
"Artinya ketika harga beras naik berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Makanya, untuk menekan harga ini salah satunya harus dengan operasi pasar," katanya.