Bagikan:

NUNUKAN - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), terancam bangkrut.

Pasalnya, rumah sakit pelat merah ini memiliki utang menumpuk dan tidak mampu menanggung biasa operasional rumah sakit dengan normal sehingga berdampak pada pelayanan masyarakat di Kabupaten Nunukan.

Pada rapat dengar pendapat pihak RSUD Nunukan dengan DPRD Kabupaten Nunukan pada Rabu 5 Mei, terungkap  

terjadinya kelangkaan obat-obatan akibat tunggakan klaim vendor penyedia obat yang belum terbayar.

Menanggapi hal itu Ketua DPRD Nunukan Rahma Leppa pun geram mengetahui kondisi di RSUD Nunukan itu.  

"Meskinya rumah sakit tidak boleh kekurangan obat," tegasnya.

Dirinya juga mempertanyakan kepada manajemen RSUD untuk menyampaikan alasannya secara transparan tanpa harus ada yang ditutup-tutupi.

"Kita semua yang hadir dikegiatan hearing ingin mendengar alasan atau keterangan dari Managemen RSUD, apa sebabnya, sampaikan secara transparan tanpa harus ada yang ditutup-tutupi," ujar dia.

Sekretaris RSUD Nunukan, H.M Saleh  menjelaskan, RSUD Nunukan saat ini  masih memiliki utang obat-obatan pada vendor yang selama ini belum terbayarkan. Utang tersebut sejak Tahun 2021, 2022, dan 2023.

Saat ini ada juga utang lainnya, seperti bangunan, alat kantor, BMHP, BHP dan lainnya sehingga totalnya mencapai Rp42.287.779.060 dengan rincian tahun 2021 Rp3,5 milliar, 2022 Rp 8 milliar dan tahun 2023 sebesar Rp30,7 milliar.

Hingga akhir Mei 2024 utang tersebut baru bisa terbayarkan Rp 17.317.596.362 sehingga tersisa utang Rp24.970.182.698.

Menurutnya, hal paling mendesak dan harus segera dibayarkan dalam waktu dekat ini, sekitar Rp7,2 milliar baik kepada vendor penyedia obat-obatan, PMI, dan penyedia oksigen.

"Kami dapat informasi, vendor tidak akan menyuplai permintaan kebutuhan obat-obatan jika hutang sebelumnya tidak dibayar, begitu juga PMI dan penyedia oksigen. Mereka tidak akan mensuplay kebutuhan RSUD jika utang tidak segera dibayarkan," kata H.M Saleh.

Mendengar penjelasan pihak manajemen RSUD, Ketua DPRD, beserta para anggota DPRD yang hadir merasa heran, karena baru mengetahui selama ini pihak RSUD memiliki utang pada pihak ketiga.

"Kenapa baru sekarang dimunculkan hutang-hutang ini yang terjadi sejak 2021 hingga kini, padahal dipastikan kalau tiap tahun pihak Managemen RSUD selalu rapat pembahasan program kerja termasuk anggaran, dengan Komisi III dan Banggar DPRD," ujar Rahma Leppa.

Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan yang juga Anggota Dewas Manajemen RSUD Nunukan Miskia juga ikut merasa kaget dan heran, karena selama ini laporan yang diterima dari manajemen RSUD terkait pengelolaan BLUD selalu seimbang, dan tidak tampak adanya utang yang menumpuk selama tiga tahun.

"Selaku Dewas baru juga dapat keterangan adanya hutang yang menumpuk, selama ini laporan yang kami terima pengelolaan penerimaan dan pengeluaran keuangan RSUD Nunukan selalu Balance," terangnya.

Pada tahun 2024 ini pengelolaan managemen RSUD dihuni oleh wajah-wajah baru, bahkan hampir semua manajemen lama berganti.

"Kita mengapresiasi manajemen saat ini yang lebih baik dari sebelumnya karena mau transparan dan terbuka dalam hal pengeloaan keuangan RSUD ini," imbuhnya.

Sementara itu Ketua Komisi III DPRD Nunukan, Hamsing, meminta pemerintah daerah segera mencari solusi guna membenahi kelangkaan obat yang terjadi di RSUD Nunukan dan menjadi topik hangat dalam RDP kali ini.

“Intinya kami di DPRD menginginkan agar segera ditangani dan dibenahi apa pun yang menjadi permasalahan," tegasnya.