Bagikan:

JAKARTA – Pengamat pendidikan, Indra Charismiadji menilai keputusan pemerintah untuk menunda kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) tahun 2024 merupakan salah satu bentuk pencegahan terjadinya akumulasi protes masyarakat usai munculnya polemik Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Menurutnya, sebelum ditunda, ekskalasi protes masyarakat terkait kenaikan UKT semakin tinggi. Karena itu, bisa dibayangkan bila persoalan kenaikan UKT belum tuntas masyarakat kembali protes mengenai Program Tapera.

“Belakangan ini kan ada urusan Tapera. Kalau UKT tetap naik, ditambah Tapera lagi, bisa demo habis-habisan. Coba bayangkan kalau mahasiswa dan buruh sama-sama demo turun ke jalan,” ujar Indra, Minggu 2 Juni 2024.

Dia menjelaskan, biaya UKT yang melambung tinggi di berbagai PTN telah menimbulkan banyak suara penolakan, mulai dari mahasiswa, civitas akademika, aktivis, hingga anggota parlemen.

Di sisi lain, masyarakat kembali dibuat terkejut dengan adanya kebijakan Pemerintah Joko Widodo yang menerapkan pemotongan gaji karyawan untuk program Tapera.

Dengan demikian, sangat masuk akal bila pemerintah menunda kenaikan UKT untuk meredam isu yang berkembang dengan banyaknya protes.

“Biar yang satunya reda dulu, (isu) Taperanya masuk. Gitu kan melihatnya?” imbuhnya.

Menurut dia, kenaikan UKT 2024 didasarkan pada Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 yang masih berlaku. Karena itu, kenaikan UKT bisa diterapkan tahun 2025.

“Kenaikan itu bukan dibatalkan, tapi ditunda. Kan Permendikbudnya enggak dicabut. Makanya, jangan sampai rakyat kena prank para pejabat tinggi,” katanya.