Bagikan:

MATARAM - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB), menghentikan penanganan kasus dugaan korupsi dalam pembayaran honor Staf Khusus (Stafsus) Gubernur dan Wakil Gubernur NTB periode 2018 hingga 2023.

"Jadi, penanganan kasus ini kami hentikan karena tidak ada ditemukan indikasi pidana dan kerugian negara," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB Elly Rahmawati dalam konferensi pers di Mataram, Antara, Selasa, 28 Mei. 

Dalam penghentian penanganan kasus yang berada di tahap penyelidikan tersebut, dia memastikan bahwa pihaknya sudah melakukan klarifikasi kepada seluruh pihak terkait.

Asisten Intelijen Kejati NTB I Wayan Riana turut menambahkan bahwa pertimbangan kuat kejaksaan menghentikan penanganan kasus tersebut melihat pendapat ahli dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI.

Permintaan pendapat ahli ini untuk melihat regulasi pembentukan stafsus besutan Dr. Zulkieflimansyah dan Sitti Rohmi Djalillah tersebut, seperti penetapan besaran honor dan sumber dana.

"Dari ahli (Kemendagri) mengungkapkan tidak ada pidana, semua proses berjalan sesuai aturan," ujarnya.

Begitu juga dengan hasil klarifikasi para stafsus yang menerima honor dari anggaran daerah, Riana memastikan seluruh stafsus menjalankan tugas sesuai aturan.

"Semua stafsus kami sudah klarifikasi semua. Semuanya ada output kerjanya," ucap Riana.

Pembayaran honor untuk 50 stafsus Gubernur dan Wakil Gubernur NTB ini sebelumnya sempat mendapat perhatian dari pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB.

Meskipun tidak masuk dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP), namun BPK mempertanyakan kontribusi keberadaan sedikitnya 50 orang stafsus gubernur dengan pendapatan per orang sedikitnya Rp4 juta per bulan. Angka tersebut dialokasikan dari APBD.