Bagikan:

JAKARTA - Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta Budi Awaluddin menyebut penonaktifan nomor induk kependudukan (NIK) warga Jakarta yang tinggal di luar daerah mulai dilakukan bulan depan.

Bulan Juni nanti, Pemprov DKI akan menyerahkan daftar NIK warga Jakarta yang telah berdomisili di luar kota untuk dinonaktifkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Kita di awal bulan Juni akan melakukan pengajuan penonaktifan lagi ke Kemendagri. Jumlahnya sekitar 1000an ribu yang statusnya mereka tinggal di luar DKI Jakarta," kata Budi kepada wartawan, Minggu, 26 Mei.

Dalam kebijakan penonaktifan NIK, Pemprov DKI telah menonaktifkan sekitar 130 ribu NIK warga pada kategori yang telah meninggal dunia dan warga di rukun tetangga (RT) yang sudah tidak lagi ada.

Lalu, penonaktifan NIK warga Jakarta yang sudah tinggal di luar daerah akan dilakukan setelah penonaktifan pada dua kategori awal selesai dilakukan.

Jelang implementasi penonaktifan NIK tahap berikutnya, tercatat lebih dari 213 ribu warga yang tidak lagi tinggal di Jakarta telah memindahkan administrasi kependudukan sesuai dengan domisilinya saat ini di luar kota.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.170 ASN Pemprov DKI Jakarta juga berinisiatif memindahkan NIK-nya sebelum dinonaktifkan oleh pemerintah karena telah tinggal di luar Jakarta.

"Mereka secara sadar memindahkan dokumen kependudukannya sesuai domisili. Mereka itu kena warning di Datawarga. Terus mereka memindahkan secara sadar," jelas Budi.

"Pada prinsipnya, program penataan penertiban administrasi kependudukan ini memiliki manfaat yang baik, guna mewujudkan kota global yang berketahanan, inklusif, berdaya saing, dan berkelanjutan," tambahnya.

Saat ini, terdapat 11.337.563 warga yang tinggal di Jakarta dan akan terus bertambah dengan mobilitas penduduk yang dinamis. Oleh karena itu, Budi menegaskan pendataan penataan kependudukan perlu dilakukan agar data de facto dan de jure di lapangan dapat sesuai dan akurat.

"Dengan luas wilayah DKI Jakarta sebesar 661,5 kilometer persegi, maka terdapat 17 jiwa dalam tiap meter perseginya. Jika hal ini tidak ditata dengan baik, maka dapat menimbulkan ketidakakuratan data kependudukan. Maka itu kita perlu terus melakukan penyesuaian data di lapangan," pungkas Budi.