Bagikan:

JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta berencana menonaktifkan sementara nomor induk kependudukan (NIK) warga ber-KTP DKI yang tinggal di luar daerah. Namun, penonaktifan NIK ini dikecualikan kepada warga yang sedang mengenyam pendidikan atau dinas kerja di luar kota dalam jangka waktu tertentu.

Hanya saja, pengecualian penonaktifan NIK bagi dua kategori tersebut tetap memiliki syarat. Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Budi Awaluddin berujar, NIK mereka tidak dinonaktifkan selama masih memiliki aset dan keluarga yang tinggal di Jakarta.

"Mereka yang masih punya aset atau rumah, lalu tugas kerja, belajar atau jadi mahasiswa, selama mereka rumahnya masih di situ dan keluarganya di situ, kita enggak nonaktifkan NIK-nya," kata Budi kepada wartawan, Minggu, 7 Mei.

Maka dari itu, Budi menyebut pihaknya masih melakukan verifikasi dan menyisir kembali data-data warga DKI tinggal di luar daerah yang dimiliki Pemprov DKI agar lebih akurat.

"Makanya nanti diverivikasi. Intinya NIK yang dinonaktifkan itu mereka yang berdomisili atau tinggal di luar Jakarta namun ber-KTP Jakarta. Tapi kan banyak pertanyaan soal bagaimana mahasiswa atau pekerja di luar daerah apalagi di luar negeri. Itu yang kita takedown (dari penonaktifan NIK)," urai Budi.

Budi menjelaskan, penonaktifan sementara NIK warga ber-KTP DKI yang tak lagi tinggal di Jakarta bakal dimulai setelah hari pencoblosan Pemilu 2024.

Saat ini, Pemprov DKI baru melakukan sosialisasi kepada perangkat daerah di tingkat kota hingga RT/RW. Seiring dengan itu, verifikasi data warga ber-KTP DKI yang tinggal di luar daerah juga terus dilakukan.

"Saat ini sosialisasi dan verifikasi data. Baru, nanti Maret 2024, setelah Pemilu, langsung kita nonaktifkan," ucap Budi.

Budi menerangkan, penonaktifan NIK tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat, mengingat Komisi Pemilihan Umum (KPU) bakal menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) setelah pemutakhiran pad 21 Juni 2023.

Jika penonaktifan NIK dilaksanakan sebelum Pemilu, lanjut Budi, maka warga DKI yang tinggal di daerah lain akan kehilangan hak pilihnya untuk mencoblos.

"Walaupun masyarakat juga inginnya cepat dilakasanakan, tapi takutnya di KPU, saat sudah penetapan DPT, mereka yang melakukan migrasi akan menjadi pemilih khusus. Ini akan mengubah DPT," ujar Budi

"Juga, mungkin perlu dalam waktu yang panjang juga memberikan kenyamanan kepada masyarakat ketenangan untuk melakukan sosialisasi (penonaktifan NIK) lebih baik lagi," tambahnya.

Sejauh ini, tercatat sekitar 194 ribu warga Jakarta yang sudah menetap di luar daerah. Angka ini, kata Budi, akan terus bertambah seiring dengan pencatatan lanjutan.

"Data ini didapatkan berdasarkan hasil temuan di lapangan dan laporan RT/RW selama beberapa tahun terakhir. Setelah itu, RT/RW akan memverifikasi kembali hasil pencocokan dan penelitian di lapangan,” tuturnya.