Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR, Indra Iskandar mengajukan gugatan praperadilan sah tidaknya penyitaan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi alat perlengkapan rumah jabatan DPR ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Gugatan ini sebagai upaya melawan KPK dalam kasus yang menimpanya. 

"Klasifikasi perkara sah atau tidaknya penyitaan," demikian tertulis dalam SIPP PN Jaksel sebagaimana dilihat pada Sabtu, 18 Mei. 

Gugatan tersebut diajukan oleh Indra Iskandar selaku Pemohon ke PN Jakarta Selatan pada Kamis 16 Mei 2024 kemarin. Gugatan itu terdaftar dengan nomor perkara 57/Pid. Pra/2024/PN JKT.SEL, yang mana Termohonnya KPK Cq Pimpinan KPK.

"Termohon Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia cq pimpinan KPK," tulis SIPP.

PN Jakarta Selatan pun telah menetapkan agenda sidang perdana digelar pada dua pekan mendatang atau Senin, 27 Mei, mendatang.

"Tanggal sidang pada Senin 27 Mei 2024 sekira pukul 10.00 WIB sampai dengan selesai di ruang sidang pertama," bunyi SIPP PN Jaksel.

Meski begitu, PN Jakarta Selatan melalui website resminya itu belum menampilkan petitum permohonan gugatan praperadilan yang diajukan Indra Iskandar tersebut.

Diberitakan sebelumnya, KPK mengungkap sedang mengusut dugaan korupsi di Setjen DPR berkaitan dengan pengadaan kelengkapan furniture atau perabotan di rumah dinas anggota parlemen. Diduga pengisian ruang tamu hingga kamar tidur dicurangi.

Total ada tujuh orang sudah dicegah ke luar negeri dalam kasus ini. Dari informasi yang dihimpun, mereka adalah Sekjen DPR Indra Iskandar; Kepala Bagian Pengelolaan Rumjab DPR RI Hiphi Hidupati; Dirut PT Daya Indah Dinamika, Tanti Nugroho; dan Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada, Juanda Hasurungan Sidabutar.

Kemudian turut dicegah juga adalah Direktur Operasional PT Avantgarde Production, Kibun Roni; Project Manager PT Integra Indocabinet, Andrias Catur Prasetya; dan Edwin Budiman yang merupakan swasta.

Modus yang terjadi dalam kasus ini adalah pelanggaran beberapa ketentuan terkait pengadaan barang dan jasa dan penggelembungan anggaran atau mark-up. Rumah dinas yang pengisiannya dikorupsi diduga terletak di Kalibata dan Ulujami, Jakarta Selatan.