Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) membolehkan pelantikan calon anggota legislatif (caleg) terpilih Pemilu 2024 yang maju sebagai calon kepala daerah menyusul setelah yang bersangkutan dinyatakan kalah dalam Pilkada 2024.

Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini menilai sikap KPU tersebut akal-akalan untuk mengamankan kursi caleg terpilih di parlemen yang aji mumpung coba-coba ikut kontestasi Pilkada 2024.

"Kalau ada pelantikan susulan anggota DPR dan DPD bagi mereka yang maju pilkada, maka hal itu adalah bentuk akal-akalan untuk memuluskan kepentingan segelintir orang," kata Titi dalam pesan singkat, Minggu, 12 Mei.

Adapun pengucapan sumpah/janji caleg DPR dan DPD hasil Pemilu 2024 dijadwalkan Selasa, 1 Oktober 2024. Sedangkan Anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota disesuaikan dengan akhir jabatan masing-masing.

Di satu sisi, pemungutan suara Pilkada 2024 digelar pada 7 November 2024.

Titi mengingatkan, dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPRD, DPD (UU MD3) diatur bahwa pelantikan anggota DPR, DPD, dan DPRD dilakukan secara bersama-sama.

Bahkan, Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi Anggota DPR, DPRD Privinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2024 mengatur bahwa usulan untuk pelantikan susulan hanya dilakukan jika calon anggota DPR/DPD/DPRD terpilih menjadi tersangka tindak pidana korupsi.

Sehingga, jika caleg terpilih DPR dan DPD bisa dilantik menyusul karena alasan maju pilkada, maka hal itu inkonstitusional karena telah merusak prinsip kebersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan

"Jangan sampai pernyataan Ketua KPU merupakan pesanan dari caleg terpilih DPR dan DPD yang maju pilkada 2024 tapi tetap mau mengamankan kursi DPR dan DPD-nya apabila kalah dalam pilkada. Kalau itu sampai terjadi, maka hukum telah dimanipulasi dan direkayasa untuk kepentingan pribadi segelintir orang," ungkap Titi.

Sebelumnya, Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari mengatakan bahwa caleg terpilih dalam Pemilu 2024, tidak perlu mengundurkan diri bila mengikuti Pilkada Serentak 2024.

"Tidak wajib mundur dari jabatan. Kan belum dilantik dan menjabat, mundur dari jabatan apa?" kata Hasyim dalam keterangannya.

Hasyim menjelaskan, caleg terpilih yang wajib mundur dari jabatannya adalah anggota DPR/DPD/DPRD untuk jajaran provinsi/kabupaten/kota Pemilu 2019 dan kembali terpilih dalam Pemilu 2024.

"Maka yang bersangkutan mundur dari jabatan yang sekarang diduduki," jelasnya.

Dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024 penting untuk KPU mempersyaratkan calon anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri jika telah dilantik secara resmi menjadi anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD apabila tetap mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Hasyim pun menegaskan frasa "jika telah dilantik secara resmi menjadi". Untuk itu, ia menilai tidak ada aturan tentang pelantikan serentak bagi calon anggota DPR/DPD/DPRD jajaran provinsi/kabupaten/kota.

Kemudian, tidak ada larangan untuk calon anggota DPR/DPD/DPRD jajaran provinsi/kabupaten/kota untuk dilantik belakangan usai kalah dalam pilkada, misalnya. "Sekali lagi, yang wajib mundur adalah anggota," ujar Hasyim.