Bagikan:

JAKARTA - Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso menyatakan pos pemantaun virus corona atau COVID-19 tak lagi beroperasi selama 24 jam. 

Keputusan ini berdasarkan hasil evaluasi. Sebab, ketika pos pengaduan beroperasi 24 jam, di malam hari atau pun dini hari, hanya sedikit orang yang datang untuk memeriksaan kondisi tubuhnya. 

Dokter spesialis anak RSPI, Dyani Kusuma Wardhani mengatakan, pengoperasian pos pemantauan hanya berlansung dari pukul 07.30 WIB hingga 21.00 WIB.

"Pos pemantauan kami masih buka tapi memang saat ini tidak lagi 24 jam karena kalau kami lihat, di malam hari itu tidak terlalu banyak pasien yang datang," ucap Dyani di Jakarta, Selasa, 17 Maret.

Meski hanya beroprasi hingga malam hari, Dyani menerangkan, penanganan khusus akan tetap dilakukan untuk pasien dengan gejala COVID-19 cukup parah. Mereka akan dibawa ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). Sedangkan, pasien yang mengalami gejala ringan, mereka akan diimbau datang besok hari untuk diperiksa.

"Jadi di pos pemantauan nanti akan dilakukan penampisan kasus yang memang secara klinis baik. Bila mau berkenan bisa melanjutkan medical check up keesokan harinya, kalau memang ada gejala yang perlu diperiksa akan dilakukan pemeriksaan dokter," kata Dyani.

Kebijakan ini dikritisi Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra. Menurutnya, dalam penanganan COVID-19, tak elok jika pelayanan dalam mendeteksi penyebaran virus hanya beroperasi di waktu tertentu.

Seharusnya, para tenaga medis terus bekerja keras dalam penanganan virus Corona. Sebab, jumlah pasien yang masuk dalam kategori pengawasan makin banyak, mencapai ribuan.

"Tidak elok kalau hanya sampai malam, meski, mereka yang menujukan gejala parah bisa langsung ditangani. Seharusnya, juga bisa memikirkan masyarakat lainnya," kata Hermawan.

Katanya, pos pemantauan merupakan garda terdepan dalam pencegahan COVID-19. Keberadaan pos ini juga diperlukan untuk menekan rasa kekhawatiran masyatakat atas virus tersebut.

Karenanya, Hermawan menyarankan, pos tersebut tetap dibuka 24 jam. Bila perlu, pengambilan sampel orang-orang yang memeriksakan diri secara mandiri bisa dilakukan lebih fleksibel.

"Banyak cara yang bisa digunakan, bisa dengan mengambil sampel secara fleksibel. Bisa memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada. Pemerintah harus melihat apa yang terjadi. Harus jemput bola," tandas Hermawan.