Bagikan:

JAKARTA - Pengamat politik, Ikrar Nusa Bhakti mengatakan pilihan masyarakat bisa berbeda jika Pilpres 2024 diulang. Tingkat partisipasi juga bisa saja menurun.

"Jangan lupa bahwa setiap ada pemilu ulang itu jarang terjadi suatu penambahan pemilih karena biar bagaimana pun orang biasanya agak malas untuk ikut pemilu ulang. Jadi, kecenderungan partisipasi pemilih justru menurun," kata Ikrar dalam podcast 'Speak Up' di akun YouTube Abraham Samad yang merupakan eks Pimpinan KPK yang dikutip Selasa, 16 April.

Ikrar menjelaskan masyarakat bisa mengubah pilihannya karena melihat realita yang ada saat ini. Sementara berkurangnya tingkat partisipasi bisa terjadi karena mereka telah kehilangan hak pilih pada saat pencoblosan 14 Februari lalu.

Katanya, saat itu banyak masyarakat yang ingin memilih tapi tak bisa karena banyak hal. Misalnya, tidak memperoleh surat suara yang dikirim pos hingga ditolak oleh petugas.

Meski begitu, ia menilai pemilihan ulang bisa memberikan koreksi terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ikrar menyebut masyarakat bisa memberi pelajaran bagi penguasa bahwa mereka tak lagi bisa dimanipulasi oleh permainan politik dan tekanan kekuasaan.

Sehingga, Ikrar berharap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sengketa hasil Pilpres 2024 bisa diambil secara independen. Lembaga ini diingatkan untuk mampu menjawab keresahan masyarakat, guru besar, dan kelompok masyarakat sipil meskipun sulit.

Sebab, Pilpres 2024 diyakini telah mencederai demokrasi hingga sarat kecurangan dan intimidasi. "Bagaimanapun yang namanya guru besar, termasuk saya juga berpikiran sama tetap memikirkan nasionalisme. Maksud saya persatuan dan kesatuan bangsa," tegasnya.

"Kita enggak mau negeri ini carut marut kembali seperti yang terjadi pada 1998 atau pada 1965," sambung Ikrar.

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan sidang sengketa hasil Pilpres 2024 pada Senin, 22 April yang diajukan kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Keduanya sama-sama minta dilakukan pemungutan suara ulang dengan mendiskualifikasi pasangan nomor urut dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Alasan kedua kubu ini karena pencalonan Gibran diwarnai pelanggaran etika berat. Selain itu, mereka menilai telah terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.

Sementara itu, Ketua Tim Hukum Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra yakin MK bakal memutus petitum yang diajukan kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD tidak beralasan hukum. Majelis hakim disebutnya pasti mempelajari pokok permohonan hingga keterangan para saksi, termasuk empat menteri yang dipanggil.