JAKARTA - Sidang lanjutan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar kembali digelar baru-baru ini. Dalam sidang tersebut, terungkap bahwa transaksi jual beli apartemen Silversea di Singapura merupakan transaksi sesungguhnya --yang clear dan proper-- di mana hak dan kewajiban pemilikan merupakan tanggung jawab Soetikno Soedarjo sebagai pembeli yang sah dari pemilik lama, Emirsyah Satar.
"Perjanjian tersebut mengikat Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo menurut hukum Indonesia, segala hak dan kewajiban telah beralih dari Emirsyah Satar ke Soetikno Soedarjo," ungkap saksi Andre Rahadian dalam keterangan yang diterima VOI, Sabtu 14 Maret.
Selain Andre Rahadian yang berprofesi sebagai pengacara, juga hadir dua saksi lain, masing-masing Victor Agung Prabowo yang merupakan karyawan departemen teknik Garuda Indonesia dan Hardi Rusli yang merupakan suami Sandrani Abubakar, menantu mertua Emirsyah Satar, almarhum Mia Suhodo.
Andre Rahadian sebagai pengacara yang membantu penanganan proses jual beli menjelaskan bahwa transaksi jual beli apartemen Silversea sebagai transaksi jual beli, dan tidak ada hubungannya dengan perkara suap dan saat ini apartemen dimiliki oleh Soetikno Soedardjo.
Mengingat pajak yang dikenakan ke pihak penjual dan pembeli besar, maka Emirsyah Satar dan Soetikno Soedardjo memutuskan jual-beli yang dilakukan tidak langsung dilanjutkan dengan proses balik nama. Emirsyah Satar juga tidak pernah menyembunyikan kepemilikannya atas apartemen tersebut.
Meskipun tidak dilaporkannya transaksi melanggar aturan di Singapura, namun mengingat perjanjian jual-beli yang dilakukan tunduk pada hukum Indonesia, sehingga tidak melanggar ketentuan hukum.
Sementara itu, saksi Victor Agung Prabowo menjelaskan bahwa diskusi berkaitan pengadaan program perawatan mesin (TCP/total care program) dengan Rolls Royce berlangsung alot dan sulit. Kesulitan yang dihadapi tim evaluasi kemudian dilaporkan ke direksi. "Kesulitan negosiasi di-update ketua tim Pak Batara ke direksi," tutur Victor.
Setelah melalui proses kajian dan evaluasi yang dilakukan oleh tim, kemudian tim menyiapkan rekomendasi yang disampaikan dan kemudian disetujui untuk ditindaklanjuti dalam rapat direksi.
Saksi Victor Agung Prabowo juga menyatakan bahwa tim tidak pernah diarahkan atau diintervensi terdakwa Emirsyah Satar. Saksi juga mengaku tidak pernah mendapatkan arahan apapun dari Emirsyah Satar dan tim telah bekerja independen.
Victor juga menjelaskan bahwa dengan menggunakan perawatan mesin dengan pola TCP maka utilisasi pesawat lebih maksimal karena tidak ada pesawat yang grounded.
Menurut kontrak kalau tidak ada mesin akan dipinjamkan Rolls Royce, jadi pesawat tetap bisa terbang, selain itu bila menggunakan pola perawatan TMB maka biayanya juga fluktuatif dan tidak dapat dipastikan, sehingga perawatan mesin lebih efisien menggunakan TCP.
Victor juga mengatakan bahwa dalam MOU tanggal 15 Juni 2009 antara Airbus dan Rolls Royce dilampirkan "Financial Assssistance Agreement" dimana Rolls Royce memberikan Engine Consession senilai 26,6 juta dolar AS per pesawat yang menggunakan mesin Rolls Royce, sehingga Garuda mendapatkan cashback dari Rolls Royce.
Saksi Hardi Rusli yang memberikan kesaksian terkait rumah milik mertua Emirsyah Satar, Mia Suhodo, Hardi menjelaskan bahwa ia memang melakukan transaksi keluar sebesar Rp 160 juta karena diminta almarhum Mia Suhodo untuk pembayaran biaya broker rumah di jalan Pinang Merah II Blok SK No 7-8.
Saat itu ibu mertua Saksi mengatakan broker butuh pembayaran cepat, kemudian uang Saksi tersebut telah diganti oleh Emirsyah Satar.
Ketika dikonfirmasi oleh Penasehat Hukum terdakwa tentang kepemilikan rumah tersebut, Hardi menyatakan rumah itu adalah rumah ibu mertuanya dan dibeli atas keinginan ibu mertuanya.
"Yang menempati pun adalah ibu mertua dan ketika mertua meninggal, rumah diwariskan ke anaknya, yaitu istri saya Sandrani Abubakar dan saudara kembarnya Sandrina Abubakar," kata Hardi.