JAKARTA - Wakil Ketua Komite I DPD Sylviana Murni mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) mengatur kebijakan khusus adanya keterwakilan unsur orang asli suku Betawi dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKJ.
"Ada ketentuan yang mengatur kalau partai politik akan mencalonkan dalam pilkada ini wajib salah satunya harus ada orang Betawi," kata Sylviana saat rapat panitia kerja (Panja) RUU DKJ dilansir ANTARA, Jumat, 15 Maret.
Menurut dia, kebijakan khusus untuk memasukkan unsur orang asli suku Betawi dalam pilkada tersebut yang menjadi pembeda DKJ sebagai daerah khusus usai tidak lagi menjadi ibu kota negara, dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia.
Sylviana menyebut kebijakan khusus tersebut tak ubahnya seperti kebijakan afirmasi 30 persen terhadap keterwakilan perempuan di parlemen, ataupun jalur afirmasi khusus bagi Orang Asli Papua (OAP) untuk duduk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Papua.
Dia lantas merinci kriteria dari orang Betawi, yang pertama adalah orang tuanya asli Betawi. Kedua, ibu atau bapak-nya saja yang orang Betawi. Ketiga, orang yang berkontribusi dan berprestasi serta sudah lama tinggal di Jakarta dan memperjuangkan masyarakat Betawi.
"Kemudian ada beberapa lagi, ada pemberian penghargaan kepada masyarakat Betawi. Misalnya, Pak Ketua, bukan orang Betawi, tapi kalau berkontribusi banyak kepada orang Betawi, why not?” ucapnya.
BACA JUGA:
Sylviana meminta agar kebijakan khusus keterwakilan orang asli suku Betawi tersebut tidak hanya berlaku pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur, melainkan juga berlaku pada jabatan wali kota.
"Di sana seyogianya dalam Perda (peraturan daerah) harus ada kuota, pak. Misalnya, berapa wali kota yang dari Betawi, betul dipilih secara fit and proper test, tapi harus ada kriteria itu (orang Betawi), tinggal kami masyarakat Betawi mempersiapkan itu dengan persyaratan itu," tuturnya.
Sebelumnya, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Santoso juga menyampaikan orang asli Betawi memiliki harapan adanya perlakuan khusus untuk duduk dalam pemerintahan DKJ usai tidak lagi menjadi ibu kota negara.
"Masyarakat Jakarta, Betawi, itu menginginkan jika tidak lagi jadi ibu kota maka mereka harus juga diperlakukan khusus. Artinya apa? Bahwa gubernur, wakil gubernur, wali kota atau wakil wali kota harus ada unsur dari masyarakat Betawi yang telah termarjinalkan dengan menjadi ibu kota, tapi mereka justru jadi tamu di wilayahnya sendiri," kata Santoso.