KUPANG - Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur mencatat selama periode Januari hingga awal Februari 2024 jumlah tenak babi yang mati di provinsi itu telah mencapai 146 ekor akibat penyebaran virus African Swine Fever (ASF) atau Flu Babi Afrika.
"Sampai dengan tujuh Februari 2024 total ada 146 ekor tenak babi milik warga yang mati," kata Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan NTT Melky Angsar di Kupang, dilansir ANTARA, Senin, 26 Februari.
Hal ini disampaikan berkaitan dengan perkembangan penyebaran virus ASF di NTT yang pertama kali masuk ke NTT melalui Timor Leste pada tahun 2020 mulai dari Kabupaten Belu yang berbatasan langsung dengan Timor Leste.
Menurut dia jumlah tersebut bisa saja bertambah karena saat ini penyebaran virus tersebut masih berlanjut di NTT. Dia mengatakan, di bulan Desember sampai Februari kasus virus ASF ini meningkat karena banyaknya permintaan kebutuhan daging babi menjelang hari raya demikian juga dengan tahun sebelumnya.
Dia mengatakan ASF biasanya muncul dari musim hujan ke panas atau musim pancaroba, biasanya bulan Desember sampai Februari. Karena itu di bulan-bulan seperti saat ini kebersihan kandang babi harus diperhatikan oleh peternaknya.
"Selain itu, memberikan vitamin untuk menjaga imunitas pada babi serta memberi makan yang cukup," ujar dia.
146 kasus babi mati akibat ASF tersebut tersebar di tujuh Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur, mulai dari Kota Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Belu, Sumba Tengah, Kabupaten Ngada dan terakhir di Kabupaten Sikka.
BACA JUGA:
Dari sejumlah daerah tersebut, Sumba Tengah menjadi daerah dengan kasus kematian tenak babi terbanyak yakni mencapai 45 ekor, disusul Kabupaten Ngada dengan jumlah ternak babi mati mencapai 41 ekor, Kabupaten Sikka 37 ekor, Kota Kupang 10 ekor, Kabupaten TTS enam ekor, Manggarai lima ekor, dan Belu dua ekor.
Sampai dengan saat ini ujar Melky belum ada vaksin yang bisa digunakan untuk mencegah virus African Swine Fever (ASF), karena itu pencegahan harus dilakukan sejak awal.
Dia juga mengatakan di tahun 2023 secara keseluruhan ada sekitar 1.050 ekor ternak babi yang mati. Dari jumlah tersebut, kasus kematian ternak babi terbesar ada di Sumba Barat Daya dengan jumlah kasus mencapai 175 ekor.