Tegaskan Pendudukan Ilegal, Menlu Retno Minta Pasukan Israel Ditarik dari Palestina saat Pidato di Mahkamah Internasional
Menlu RI Retno Marsudi saat hadir di Mahkamah Internasional. (Sumber: Kemlu RI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menegaskan seluruh tentara Israel harus ditarik dari wilayah Palestina tanpa syarat, meminta Mahmkamah Internasional menyatakan pendudukan Israel sebagai hal ilegal, saat menyampaikan pernyataan di persidang yang digelar di Den Haag, Belanda Hari Jumat.

Menyatakan kehadirannya di persidangan sebagai bentuk solidaritas Indonesia terhadap Palestina, Menlu Retno mengatakan Israel melakukan pelanggaran hukum internasional secara terang-terangan.

"Jelas bahwa Israel tidak punya niat untuk menghormati apalagi mematuhi kewajiban hukum internasional," kata Menlu Retno, mengutip keterangan Kementerian Luar Negeri RI, Jumat 23 Februari.

"Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahkan berkata dan saya kutip: "tidak ada yang bisa menghentikan kami. Bukan Den Haag (ICJ), bukan orang lain," jelasnya.

Lebih jauh Menlu Retno mengkritik tindakan Israel di Gaza yang melakukan aksi kampanye pemusnahan massal tanpa pandang bulu, terhadap warga sipil Palestina di wilayah kantong tersebut.

"Rupanya, kematian hampir 30.000 jiwa tidaklah cukup bagi Israel seperti sekarang hampir melancarkan serangan lagi ke Rafah, yang pernah menjadi satu-satunya pintu gerbang bantuan kemanusiaan ke Gaza," kritik Menlu Retno.

Menlu Retno mengatakan, tidak ada negara yang boleh diberikan kebebasan untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan terhadap negara yang lebih lemah. Inilah sebabnya kita mempunyai hukum internasional dan perlu menjunjungnya. Peran ICJ sangat penting untuk menjaga apa yang disebut "aturan-aturan" berdasarkan tatanan internasional.

"Ada harapan besar dari dunia internasional. Saya ulangi, sebuah harapan besar, ICJ memberikan pendapat penasihat yang baik demi kepentingan keadilan dan kemanusiaan," ujarnya.

Lebih jauh Menlu Retno menyoroti penolakan terus-menerus Israel terhadap hak asasi warga Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Dalam Advisory Opinion on The Wall tahun 2004, Pengadilan menegaskan kembali Hak warga Palestina untuk menentukan nasib sendiri tidak lagi dipermasalahkan.

Hal ini menegaskan keyakinan lama masyarakat internasional, lanjutnya, termasuk seperti yang diungkapkan melalui Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum resolusi, rakyat Palestina berhak menentukan nasib sendiri.

Menlu Retno mengatakan, dalam mengatasi permasalahan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Palestina, penting juga untuk mengingat pendudukan telah menjadi sebuah instrumen untuk menekan hak fundamental tersebut.

Pengadilan ini, menurut pendapatnya di The Wall, serta Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum, dalam resolusinya, telah menegaskan kembali dari waktu ke waktu status Israel sebagai kekuatan pendudukan.

Pendudukan telah diperpanjang dan dimungkinkan oleh serangkaian tindakan Israel yang melanggar kewajibannya berdasarkan hukum internasional, termasuk Internasional Hukum Humaniter dan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional.

"Pendudukan Israel merupakan akibat dari penggunaan kekuatan yang tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, pendudukan tersebut sejak awal harus melanggar hukum dan terus demikian," ungkapnya.

"Penggunaan kekuatan oleh Israel tidak dapat dibenarkan dengan dalih membela diri. Hal ini juga melanggar prinsip keharusan dan proporsionalitas," tandas Menlu Retno.

Sebagai kekuatan pendudukan, lanjut Menlu, Israel secara hukum berkewajiban untuk mempertahankan pendudukannya sementara.

Hal ini telah dilanggar oleh Israel ketika mereka berusaha mewujudkannya pendudukan permanen dan juga mencaplok sebagian wilayah pendudukan, katanya.

Berdasarkan hukum, lanjutnya, Israel tidak boleh melakukan aneksasi dalam keadaan apa pun bagian mana pun dari Wilayah Pendudukan. Dewan Keamanan PBB dalam berbagai resolusinya telah menegaskan kembali hal tersebut. Prinsip yang sudah ditetapkan bahwa perolehan wilayah melalui perang tidak dapat diterima.

Tidak hanya berhenti di situ, pelanggaran Israel terhadap hukum internasional Israel dilanjutkan dengan menyatakan Yerusalem adalah ‘ibu kota abadi Israel yang tidak terbagi’.

Tindakan ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga sangat merugikan prospek solusi dua negara.

Lainnya, kebijakan Israel dalam memindahkan penduduknya sendiri dan menggusur secara paksa Warga Palestina yang berasal dari wilayah pendudukan, melanggar aturan dasar Hukum Humaniter Internasional.

Kebijakan ini jelas merupakan pelanggaran terhadap Pasal 49 Jenewa Keempat Konvensi, di mana Israel menjadi Negara Pihaknya. Hal ini diperburuk oleh upaya Israel untuk mengubah komposisi demografi Tepi Barat.

Sebagai kekuatan pendudukan, Israel secara hukum berkewajiban untuk bertindak demi kepentingan terbaiknya orang- orang Palestina, katanya.

Namun, Israel melakukan sebaliknya, memperkuat pendudukan yang berkepanjangan dengan menerapkan sanksi perintah militer terhadap penduduk Palestina, namun tidak diterapkan pada pemukim Israel.

"Adanya rezim hukum tersendiri yang diterapkan secara eksklusif kelompok orang yang berbeda adalah kebijakan apartheid buku teks, pelanggaran berat hak asasi manusia, khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan," paparnya.

"Pengadilan harus menyatakan bahwa pendudukan Israel secara keseluruhan adalah ilegal," tegas Menlu Retno.

"Oleh karena itu, kita harus mengakhiri situasi ilegal ini. Israel harus berhenti sepenuhnya, tanpa syarat. Hadirnya pasukan Israel di Tepi Barat dan Gaza membuat Israel mustahil patuh terhadap ketentuan, sehingga Israel harus menarik pasukannya," kata Menlu.

"Penarikan diri Israel juga tidak boleh dilakukan dengan prasyarat dan tidak tunduk pada negosiasi apa pun. Mereka harus mundur sekarang! Saya ulangi, mereka harus mundur sekarang!" tegasnya.

Menlu Retno menambahkan, Israel juga harus berkewajiban melakukan reparasi terhadap negara dan rakyat Palestina.