Bagikan:

PEKANBARU - Tim Tangkap Buron (Tabur) Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri Kediri, Jawa Timur meringkus buronan terpidana korupsi pengadaan dan pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik Regional Riau.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan terpidana itu atas nama Abdullah (68). Dia diringkus di Jalan Brawijaya, Kelurahan Tulung Rejo, Kecamatan Pare, Kediri, Jawa Timur, Kamis (22/2).

"Tindakan Syarif Abdullah selaku mantan Kadiv Regional Bulog Riau merugikan negara mencapai Rp9,3 miliar. Terpidana merupakan buronan Kejaksaan Negeri Pekanbaru," katanya dilansir ANTARA, Jumat, 23 Februari. 

Berdasarkan Putusan Mahkamah tanggal 7 Januari 2016, Syarif Abdullah divonis dengan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun dan denda sebesar Rp200 juta. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.

Terpidana juga dihukum membayar uang pengganti Rp1,8 miliar. Jika tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan mempunyai hukum tetap (inkracht), maka harta bendanya dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti.

"Apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka akan dipidana dengan tiga tahun penjara," tutur Ketut.

 

Saat diamankan, Syarif Abdullah bersikap kooperatif untuk dibawa ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri untuk kemudian dilakukan serah terima kepada Tim Jaksa Eksekutor Kejaksaan Negeri Pekanbaru.

Tindakan korupsi ini dilakukan Syarif Abdullah bersama Kabid Komersil Perum Bulog Safei Matondang, mantan Kabid Perdagangan Hendri Mairizal dan mantan Bendaharawan PT Rezki Cipta Illahi, Zulbuchori

Perkara ini bermula ketika para terdakwa melakukan pelaksanaan perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) pengadaan dan pengolahan tandan buah segar kelapa sawit antara Perum Bulog dan PT Rezki Cipta Illahi.

Dalam kasus ini, MA memvonis Zulbuchari dengan empat tahun penjara pada 2010 lalu. Sedangkan Hendri Meirizal dan Safei Matondang masing-masing divonis empat tahun penjara.