Bagikan:

JAKARTA - Eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan menyebut surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak jelas karena disusun berdasarkan keterangan saksi yang tidak ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

Hal itu dibacakan Karen di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, sebagai nota keberatan atau eksepsi pribadinya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di Pertamina pada 2011–2014.

“Saya merasa bahwa dakwaan tidak jelas dan membingungkan karena disusun berdasarkan keterangan saksi-saksi yang tidak ada dalam BAP, utamanya dikarenakan tidak ada dari pihak Blackstone, Tamarind Energy, atau Corpus Christi yang diperiksa oleh KPK,” kata Karen dilansir ANTARA, Senin, 19 Februari.

Karen menyebut dirinya tidak menemukan BAP atas nama Senior Managing Director Private Equity Group Blackstone sekaligus Direktur Cheniere Energy, David Foley; CEO Tamarind Energy, Ian Angel; Chief Tamarind Energy Indonesia, Gary Hing; dan Managing Director Private Equity Group Blackstone, Angelo Acconcia.

“Saya tidak menemukan BAP atas nama saksi-saksi berikut: David Foley; Ian Angel; Gary Hing; Angelo Acconcia; pihak yang terlibat dalam perjanjian SPA (sales and purchase agreement) 2013 dan SPA 2014 dari Corpus Christi ataupun Cheniere,” tutur Karen.

Dalam surat dakwaan, Karen memang disebut melakukan komunikasi dengan orang-orang tersebut. Dia didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp1,77 triliun.

Dakwaan tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan LNG perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC pada Pertamina dan instansi terkait lainnya.

Karen, dalam eksepsi pribadinya, kemudian menyinggung soal kunjungan pihak Pertamina, BPK, dan KPK ke Amerika Serikat pada tanggal 23 Agustus 2023. Menurut dia, kunjungan tersebut seharusnya juga mengunjungi kantor Corpus Christi Liquefaction.

“Namun, sampai saat ini tidak ada keterangan saksi yang tertuang dalam suatu BAP yang menyatakan bahwasanya Corpus Christi adalah penerima keuntungan akibat kerugian tahun 2020 dan 2021 yang dialami Pertamina,” katanya.

“Tidak ada pula laporan kunjungan ke kantor Blackstone di New York untuk mendapatkan kesaksian pemberian manfaat kepada saya atas jaminan penjualan volume LNG Corpus Christi,” sambung Karen.

Atas dasar itu, Karen menyimpulkan bahwa surat dakwaan JPU KPK tidak jelas, cermat, dan lengkap karena tidak didukung keterangan saksi-saksi penting yang disebut dalam surat dakwaan.

Dia memohon kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta untuk menyatakan surat dakwaan tidak dapat diterima atau batal. Namun jika majelis tetap akan memeriksa perkara, ia memohon pihak Blackstone dan Corpus Christi Liquefaction turut diperiksa.

“Jika majelis hakim tetap akan memeriksa perkara, saya mohon agar majelis hakim bisa memerintahkan JPU untuk memeriksa pihak Blackstone dan Corpus Christi agar kita semua bisa memperoleh fakta yang sebenar-benarnya demi keadilan bagi saya sebagai terdakwa dan masyarakat Indonesia,” ujarnya.