JAMBI - Kepolisian telah menahan dan menetapkan tiga tersangka kasus terbakarnya sumur minyak ilegal yang berlokasi di hutan lindung Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Thaha Saifuddin di Kabupaten Batanghari, Jambi.
“Ketiga tersangka itu, dua diantaranya sudah diamankan yakni berinisial S dan E, sedangkan untuk tersangka berinisial D meninggal dunia saat kejadian tersebut,” kata Kapolres Batanghari AKBP Bambang Puwanto, dikutip ANTARA, Senin 12 Februari.
Selain mengamankan tersangka, kata dia, pihaknya juga mengamankan barang bukti berupa satu unit ring untuk melakukan pengeboran minyak.
Atas perbuatannya, Kapolres, kedua tersangka dikenakan melanggar Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, dengan hukuman pidana penjara enam tahun dan denda maksimal sebesar Rp60 miliar.
Menurut dia, kebakaran di hutan lindung Tahura tersebut terjadi cukup besar. Kebakaran tersebut diduga terjadi yang diakibatkan aktifitas sumur minyak ilegal di dalam wilayah Taman Hutan Raya Sultan Thaha pada Jumat (9/2) sekitar pukul 18.45 WIB.
Satu korban yang tewas dan korban tersebut merupakan pekerja sumur minyak ilegal yang terkena ledakan.
"Ya, untuk korban yang meninggal dunia hanya satu orang yang berjenis laki-laki berinisial D dan korban dibawa ke RSUD Hamba sekitar pukul 04.30 WIB dengan menggunakan mobil ambulance Puskesmas Muara Jangga," ujarnya.
Sampai saat ini korban masih berada di kamar jenazah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Hamba Muara Bulian. Namun, identitas korban tersebut belum dapat diketahui karena tubuhnya habis terbakar maka dari itu sangat sulit untuk dikenali.
Untuk penyebab kebakaran hutan di kawasan Tahura tersebut yang disebabkan oleh tersangka D yang tetap bekerja pada saat hari sudah mulai gelap.
BACA JUGA:
Tersangka D sudah diingatkan oleh salah satu saksi agar tidak melakukan aktivitas karena hari sudah mulai malam dan gas akan berkumpul di bawah dan rawan terjadi kebakaran.
"Akan tetapi tersangka D tetap melakukan aktivitas dengan menyalakan genset, akibatnya terjadi kebakaran di sumur minyak ilegal itu," kata AKBP Bambang Purwanto.