Tiga Pakar Hukum Tata Negara Ungkap Nepotisme Pemilu 2024 di Film Dirty Vote
Film Dirty Vote (@greenpeeaceID)

Bagikan:

JAKARTA - Film Dirty Vote resmi ditayangkan pada hari ini. Dirty Vote merupakan film dokumenter eksplanatori yang mengungkap dugaan kecurangan pemilu yang dipaparkan oleh tiga pakar hukum tata negara, yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.

Ketiga ahli hukum ini menerangkan praktik nepotisme menggunakan instrumen kekuasaan dengan tujuan memenangkan Pemilu 2024 oleh para penguasa.

Kasus-kasus nepotisme yang ditanggapi Bivitri, Zainal Arifin, dan Feri dibeberkan lewat dokumen foto, video, maupun potongan berita. Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara.

Menurut Bivitri, film Dirty Vote adalah sebuah rekaman sejarah tentang rusaknya demokrasi negara ini pada suatu saat, di mana kekuasaan disalahgunakan secara begitu terbuka oleh orang-orang yang dipilih melalui demokrasi itu sendiri.

“Bercerita tentang dua hal. Pertama, tentang demokrasi yang tak bisa dimaknai sebatas terlaksananya pemilu, tapi bagaimana pemilu berlangsung. Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi. Kedua, tentang kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis,” urai Bivitri dalam keterangannya, Minggu, 11 Februari.

Melanjutkan, Feri menegaskan bahwa film Dirty Vote memberi pesan pengingat kepada rezim bahwa kekuasaan negara ada batasnya. Menurutnya, membiarkan kecurangan merusak pemilu sama saja merusak bangsa ini.

"Tidak pernah ada kekuasaan yang abadi. Sebaik-baiknya kekuasaan adalah, meski masa berkuasa pendek, tapi bekerja demi rakyat. Seburuk-buruknya kekuasaan adalah yang hanya memikirkan diri dan keluarganya dengan memperpanjang kuasanya,” jelas Feri.

Dokumenter Dirty Vote disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono. Ini merupakan film keempat yang disutradarainya mengambil momentum pemilu. Pada 2014 Dandhy lewat rumah produksi WatchDoc meluncurkan film Ketujuh, masa itu dimana kehadiran Jokowi dielu-elukan sebagai sosok pembawa harapan baru.

Pada 2017, Dandhy menyutradarai Jakarta Unfair tak berapa lama menjelang Pilkada DKI Jakarta. Dua tahun kemudian, Film Sexy Killers tembus 20 juta penonton di masa tenang pemilu 2019. Sexy killers membongkar jaringan oligarki bercokol pada kedua pasangan calon yang berlaga saat itu, Jokowi-Maruf Amin versus Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Dandhy menjelaskan, Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu. Diharapkan tiga hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar.

"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," jelas Dandhy.