Bagikan:

JAKARTA - Kedatangan Raja dan Ratu Belanda, Y.M Raja Willem-Alexander beserta Y.M Ratu Maxima ke Indonesia memunculkan wacana kerja sama di sektor pendidikan. 

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut kerja sama yang dibahas antara kedua negara ini dapat mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas di kemudian hari.

Praktisi Pendidikan Indra Charismiadji menyikapi positif rencana ini. Dia mengatakan, kerja sama ini merupakan salah satu cara untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan riset berbagai lembaga internasional, Indonesia menempati urutan bawah pada beberapa aspek pendidikan.

Beberapa di antaranya, yakni, Bank Dunia sempat melaporkan jika Indonesia membutuhkan waktu sekitar 45 tahun hanya untuk mengejar ketertinggalan dalam hal membaca dan 75 tahun pada bidang sains.

Kemudian, UNESCO juga sempat mengeluarkan data soal hanya ada satu dari seribu anak yang memiliki minat baca serius.

"Dengan adanya kerja sama ini, diharapkan sangat dapat membantu dalam hal meningkatkan mutu pendidikan dan mendongkrak tingkat literasi yang masih rendah," ucap Indra kepada VOI, Rabu, 11 Maret.

Bentuk kerja sama yang diharapkan dalam wacana tersebut, lebih kepada capacity building atau peningkatan kemampuan dan keterampilan yang nantinya dapat menunjang kopetensi dalam pekerjaan. 

Selain itu, peningkatan di sisi literasi juga sangat diharapkan agar generasi muda dapat bersaing ditingkat internasional.

Namun, ada juga hal yang tak diharapakan terjadi dalam wacana kerja sama tersebut. Salah satunya, soal perubahan kurikulum baru. Alasannya, pada kurikulum yang digunakan saat ini pun belum pernah dievaluasi sejak diterapkan di tahun 2013.

"Ya tidak ke arah sana lah bentuk kerja samanya. Lebih kepada capacity building dan literasi," tegas Indra.

Penolakan perubahan kurikulum pada wacana kerja sama juga diungkapakan Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Seluruh Indonesia (FSGI) Satriwan Salim. 

Menurutnya, hal itu nantinya akan berdampak pada munculnya kebijakan-kebijakan baru yang justru menjadikan generasi muda dan tenaga pendidikan sebagai korban.

"Jangan sampai tujuan membuat kurikulum baru tanpa ada kajian yang komprehensif, yang jadi korban nanti jika kebijakan dibuat tanpa riset yang baik, tentu siswa dan guru menjadi korban."

Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim

Dia berharap, wacana kerja sama antara Belanda dan Indonesia adalah perbaikan kualitas atau kompetensi guru dengan cara mengadakan pelatihan-pelatihan. Sebab, merujuk data uji kompetensi pada 2015, setiap guru di jenjang pendidikan hanya memperoleh angka 56,69 dari skala 0 sampai 100.

"Artinya kita butuh strategi yang efektif dan mendesak untuk peningkatan kompetensi guru," tandas Satriwan.