Kronologi Orang Hilang di Gede Pangrango: Mereka Bukan Pendaki tapi Peziarah
Para peziarah yang hilang saat mendaki Gunung Gede Pangrango di Pos Pemantau, Senin 29 Januari (dok BPBD Bogor)

Bagikan:

BOGOR - Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP) menyatakan ke-13 peziarah tersesat saat mendaki Gunung Gede–Pangrango telah ditemukan.

Perihal kronologi, Kepala Balai Besar TNGGP, Sapto Aji Prabowo mengatakan, informasi terkait adanya kelompok masyarakat yang melakukan aktifitas dalam kawasan dan tersesat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango diperoleh pada hari Senin, 29  pukul 05.30 WIB dari sukarelawan atau volunteer Panthera.

“Informasi awal yang kami terima dari lapangan bahwa kelompok tersebut merupakan masyarakat yang diduga melakukan ziarah sejak tanggal 27 Januari 2024” ucap Sapto Aji Prabowo, dalam keteranganya, Senin 29 Januari

Berdasarkan informasi tersebut, pihaknya mengambil langkah cepat dengan menerjunkan tim untuk melakukan pencarian.

Dalam pencarian tersebut pihaknya berkoordinasi kepada para pihak antara lain dengan melibatkan petugas taman nasional, mitra sukarelawan atau volunteer, aparat penegak hukum, BPBD dan BASARNAS wilayah Bogor dan Jakarta, untuk turun ke lapangan.

Hasil pencarian tim di lapangan, sekira pukul 10.00 WIB, masyarakat kelompok survivor sebanyak 13 ditemukan di daerah Pasir Pogor, Resort PTN Tapos TNGGP dengan kondisi 11 orang kelelahan dan 2 orang kakinya terkilir.

“Selanjutnya survivor dibawa ke kantor Resort PTN Tapos untuk penanganan lebih lanjut, berupa pengecekan kondisi kesehatan dan pengambilan keterangan lain yang diperlukan,” jelas Sapto.

Untuk diketahui, secara resmi terdapat tiga pintu pendakian di TNGGP yaitu Cibodas, Gunung Putri, Cianjur dan Selabintana, Sukabumi.

Saat ini seluruh aktivitas pendakian ke Gunung Gede dan Gunung Pangrango ditutup mulai tanggal 30 Desember 2023 sampai dengan 31 Maret 2024 sesuai dengan Surat Edaran Kepala Balai Besar TNGGP Nomor: SE. 23/BBTNGGP/Tek/B/12/2023 tanggal 15 Desember 2023.

Penutupan tersebut bertujuan untuk keselamatan pengunjung mengingat cuaca diprediksikan ekstrem serta pemulihan ekosistem secara alami tanpa ada gangguan dari aktivitas manusia yang massive, khususnya pendakian.