Bagikan:

BANDAR LAMPUNG - Suara tonggeret riuh bersautan di tengah rindangnya pepohonan. Lebatnya dahan tanaman menaungi lintasan khusus menuju lokasi konservasi Taman Nasional Way Kambas.  

Suasana lembab beraroma kayu serta tanah melengkapi  kondisi taman yang menjadi habitat gajah Sumatera tersebut.  

Wisatawan yang sedang dalam perjalanan menuju pusat pelatihan gajah Way Kambas, mendapat kesempatan secara langsung untuk menyaksikan kawanan gajah yang telah dilatih membantu polisi hutan berpatroli.

Gajah-gajah itu berbaris rapi untuk pulang ke savana yang menjadi rumah mereka.

Rombongan gajah bersama para pawang (mahout) berbaris pulang ke rumah menjadi pemandangan yang menarik. Kondisi tersebut berbanding terbalik dibandingkan beberapa saat lalu di masa pandemi COVID-19 yang sunyi. Tidak ada lalu-lalang kendaraan wisatawan yang hendak menyapa para gajah.

Namun, Taman Nasional Way Kambas sesuai pengumuman Nomor: PG.2106/T.11./TU/HMS/12/2023 menerima kembali kunjungan wisatawan usai pandemi COVID-19 mulai  20 Desember 2023.

Pembukaan kembali tersebut tidak berselang lama setelah lahirnya gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) di Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, pada 11 November 2023.  Kelahiran itu menjadi kelahiran kedua setelah Yongki si anak gajah jantan yang lahir pada April 2023.

Kelahiran anak gajah Sumatera tersebut sempat menjadi sorotan berbagai media internasional, nasional, lokal, hingga warganet di dunia maya. Mereka menyatakan gembira atas  lahirnya anak gajah Sumatera yang merupakan satwa dilindungi di taman nasional yang menjadi kebanggaan masyarakat Sai Bumi Ruwa Jurai tersebut.

Paket wisata berbeda

Taman Nasional Way Kambas kini memiliki wajah baru. Para pengunjung tidak bisa lagi menunggangi gajah serta melihat atraksi gajah layaknya di sirkus. Paket wisata ke tempat itu kini dikemas dengan atraksi yang mengedepankan konservasi dan edukasi pelestarian satwa dilindungi, dengan memperhatikan konsep pelestarian untuk masa kini dan masa mendatang (sustainability), kesejahteraan satwa (animal walfare), dan pemberdayaan masyarakat (community empowerment).

Taman Nasional Way Kambas dapat ditempuh selama dua jam dua puluh empat menit dengan melintasi jalan aspal sepanjang 105 kilometer dari pusat Kota Bandarlampung. Suasana taman konservasi seluas 1.300 kilometer persegi ini asri, khas suasana hutan, banyak vegetasi.

Setelah beberapa waktu menyusuri jalan sembari menunggu rombongan gajah berpatroli, di gapura area pusat pelatihan gajah para wisatawan dapat memarkirkan kendaraannya untuk berganti menggunakan kendaraan yang disediakan oleh pengelola taman nasional.

Di area pusat pelatihan gajah, seekor gajah kecil bermata sipit, rambut jigrak dengan gestur riang menghentakkan kakinya layaknya bocah berjingkrak melihat tamu yang datang ke rumahnya, menyapa para wisatawan yang ramah.

Gajah kecil bernama Yongki itu merupakan anak gajah jantan yang lahir pada 2023 lalu, dan kini makin bertumbuh sehat menjadi gajah periang generasi penerus gajah Sumatera di Taman Nasional Way Kambas.

Si gajah kecil Yongki menyapa wisatawan dengan belalai kecilnya sembari mengajak wisatawan berinteraksi, bermain, mendorong dan sesekali ingin tahu isi barang bawaan pengunjung. Si gajah kecil ini sesekali menghampiri induknya seperti hendak menceritakan pengalamannya bermain bersama wisatawan. 

Menyapa anak gajah merupakan pengalaman yang menarik minat wisatawan ke Taman Nasional Way Kambas, sebab membutuhkan waktu lama untuk bisa bertemu dengan anak gajah karena regenerasi gajah yang lama.

Selain berinteraksi dengan gajah secara langsung, wisatawan bisa memilih beberapa paket wisata gajah, seperti memandikan gajah bersama mahout selama 30 menit di jam perawatan gajah yakni di pukul 08.00-14.30 WIB, memberi makan gajah, melihat dan melakukan observasi burung di sekitar Way Kambas. 

"Untuk tiket, sesuai peraturan yang ada di hari biasa Rp5 ribu per orang, sedangkan untuk hari libur Rp7.500 per orang. Untuk rombongan anak sekolah atau yang berbentuk grup harus meminta izin ke balai terlebih dahulu. Sedangkan kalau untuk pembelian paket-paket bersama gajah bisa membelinya di koperasi yang disediakan dan nanti akan ada pemandu," ujar petugas tiket, Rahman.

Kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Way Kambas fluktuatif. Pada masa libur akan banyak dikunjungi wisatawan sedangkan di hari-hari biasa hanya beberapa orang saja, sebab pasar wisata tersebut memiliki target wisatawan dengan minat khusus.

Taman Nasional Way Kambas berencana mengelola wisata konservasi tersebut dengan bekerja sama dengan desa-desa penyangga, dimana nantinya para wisatawan akan diarahkan menyinggahi desa penyangga untuk belajar mengolah pangan berbasis singkong, melihat sekaligus mencoba budi daya lebah trigona, membuat ecoprint, dan perjalanan wisata akan berakhir di pusat pelatihan gajah.

Dengan konsep pemberdayaan desa penyangga itu selain bisa menambah minat wisatawan untuk merasakan kehidupan di desa sekitar Taman Nasional Way Kambas juga bisa membantu ekonomi masyarakat desa. 

Konsep wisata konservasi terintegrasi itu pun telah dirancang oleh Pemerintah Provinsi Lampung. Masyarakat di desa penyangga berperan penting untuk menjaga kelestarian kawasan Taman Nasional Way Kambas yang merupakan habitat gajah sekaligus menjaga para gajah dari perburuan liar.

"Jadi untuk wisata Lampung yang sudah menjadi ikon sampai ke dunia internasional dan diingat oleh wisatawan mancanegara tentu Way Kambas, tidak bisa tergantikan karena punya unique selling point. Dan dengan konsep konservasi nanti desa penyangga akan membuat paket wisata jadi wisatawan bisa menikmati tinggal bersama masyarakat serta masyarakat punya pendapatan," ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung, Bobby Irawan.

Pemerintah Provinsi Lampung optimistis Way Kambas dapat menjadi wisata berkelanjutan dan berkualitas dengan pengelolaan berbasis lingkungan dan pemberdayaan warga desa.

Sejumlah wisatawan juga mengapresiasi diterapkannya konsep wisata konservasi dan edukasi oleh pengelola Taman Nasional Way Kambas karena bisa melihat para gajah Sumatera hidup selayaknya satwa di alam.

"Paket di sini sekarang tidak bisa seperti dulu yang menunggangi tapi lebih ke bermain, memberi makan, memandikan. Ini jadi lebih nyaman,  karena sifatnya edukasi bukan eksploitasi hewan. Sebagai pecinta hewan tentu saya lebih setuju dengan konsep yang sekarang terlebih ada paket yang diintegrasikan dengan desa-desa sekitar jadi cukup menarik untuk wisatawan," ucap seorang wisatawan asal Kota Bandarlampung, Dias Darmawan.

Perubahan konsep wisata di Taman Nasional Way Kambas menjadikannya lebih ramah terhadap satwa dan lingkungan. Wisatawan kini bisa menyapa kembali gajah-gajah Sumatera di Taman Nasional May Kambas, kendati dengan cara yang berbeda. Wisatawan dapat menyapa para gajah layaknya di alam bebas yang sejahtera.