JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyayangkan pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengatakan presiden dan menteri boleh kampanye dan memihak asalkan tidak menggunakan fasilitas negara.
Peneliti Perludem Usep Hasan Sadikin menyebut, pejabat negara yang melakukan kampanye dan tidak sedang cuti bisa terkena hukum pidana.
"Kampanye itu masih dalam bingkai jabatan aktif dan dia tidak cuti, itu bisa kena ketentuan pidana karena itu melanggar netralitas pejabat negara, netralitas pejabat publik," kata Usep di Ruang Pertemuan Jaga Pemilu di Permata Kuningan, Jakarta Selatan Kamis 25 Januari.
Usep menyayangkan makna fasilitas negara hanya diartikan sebagai alokasi anggaran saja.
"Uang negara itu juga adalah bagian dari tanggung jawab dia untuk menjamin netralitas. Bukan kemudian ngajak-ngajak rakyatnya memilih satu calon tertentu atau partai tertentu. Di situ yang tidak netralnya. Dan itu ada dalam bingkai jabatan aktif pejabat negara termasuk presiden," ujar Usep.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Perkumpulan Jaga Pemilu Natalia Soebagjo. Ia menyoroti momen saat pernyataan disampaikan, di mana Jokowi ditemani Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang juga Capres nomor 2 serta Jenderal TNI dan Staf TNI AD di Bandara Halim.
"Semua dalam latar itu, dibayar oleh pajak rakyat. Pesawat udara, bordir bintang lima di topi, seragam jaket mereka, bahkan gaji yang mereka terima dalam posisinya sebagai pejabat sampai ke pengoperasian bandara Halim pun dibayar pajak rakyat," kata Natalia.
Menurut Natalia, tidak sepantasnya pernyataan itu diucapkan apalagi dilakukan pada fasilitas negara.
BACA JUGA:
"Pada saat pemilihan umum, ia harus berada di atas semua golongan dan memberi contoh bagi aparatur sipil negara dan aparatur negara bersenjata agar selalu netral karena mereka harus melayani semua warga tanpa diskriminasi dan tidak pilih bulu," tegas Natalia.