JAKARTA - DPRD DKI mendapat penolakan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ketika mengajukan penambahan waktu pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2020. Tenggat waktu yang dimiliki hanya sampai 30 November.
Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin menjelaskan, pihaknya tak mungkin mengizinkan pertambahan waktu di luar ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Daerah.
Dalam Pasal 106 PP 12/2019, Gubernur dan DPRD wajib menyetujui finalisasi rancangan APBD paling lambat 1 bulan sebelum dimulai tahun anggaran. Mengingat, perlu ada evaluasi lanjutan dari Kemendagri sebelum APBD diketok menjadi Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD DKI 2020.
"Dalam peraturan perundang-undangan tidak pernah menyebutkan adanya perpanjangan waktu. Kalau lebih dari 30 November artinya persetujuan terhadap APBD itu sudah tidak tepat waktu namanya," ucap Syarifuddin kepada wartawan, Jumat, 22 November.
Jika sampai akhir November APBD belum juga disetujui, tentu ada implikasi berupa sanksi. Sanksi ini bersifat administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Meski begitu, dalam PP 12/2019 ternyata tidak mencantumkan sanksi apa yang akan dikenakan. Sementara, sanksi tersebut diatur dalam PP 12 Tahun 2017.
Ternyata, pilihan sanksi administratif yang bakal diterima DPRD dan Pemprov DKI dalam Pasal 37 PP 12/2019 tak cuma penundaan pembayaran hak keuangan (gaji) selama 6 bulan.
Ada sanksi lain seperti hanya teguran tertulis, penahanan gaji 3 bulan, penundaan dana bagi hasil, kewajiban mengikuti program pembinaan bidang pemerintahan, hingga sanksi berat yakni pemberhentian.
"PP-nya memang sudah ada, PP 12 Tahun 2017, tapi itu kan Kemendagri masih perlu melakukan evaluasi kenapa terlambat, kalau penyebabnya itu antara kepala daerah maka yang kena sanksi kepala daerah. Kalau penyebabnya DPRD, maka Sanksinya pada DPRD," jelas Syarifuddin.
Dihubungi terpisah, Wakil ketua DPRD DKI Muhammad Taufik menanggapi soal penolakan perpanjangan pengesahan APBD hingga tanggal 15 Desember.
Meski ditolak, dirinya juga tak bisa memaksakan APBD DKI sudah diketok pada 30 November. Mengingat, pembahasan kebijakan umum anggaran-plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) baru digelar pada 23 Oktober lalu.
Hal tersebut karena alat kelengkapan dewan (AKD) periode 2019-2024 baru terbentuk pada 21 Oktober. itulah yang menyebabkan pembahasan anggaran menjadi molor dari jadwal.
"Ya mau diapain? Ketentuannya 30 November, tapi kan (pembahasan molor) karena ada situasi pemilu. Lagpula, kita harus tetap melewati proses pembahasan, yang penting (pengetokan Perda APBD DKI) jangan sampai akhir tahun, lah," ungkap Taufik dalam sambungan telepon.
Soal sanksi administratif jika tak mengesahkan rancangan APBD pada 30 November, Ia mengaku hal itu tak menjadi masalah. Bahkan, jika harus mengalami penundaan gaji selama enam bulan, seperti yang pernah dirasakan beberapa tahun sebelumnya.
"Enggak masalah kalau mau diterapkan sanksi, terapkan saja. Enggak gajian, enggak apa-apa, kan hanya dirapel," ucap dia.