JAKARTA - Co-Captain Tim Nasional Pemenangan Anies-Muhaimin Sudirman Said menganggap pernyataan Presiden Joko Widodo soal presiden dan menteri boleh berkampanye dan memihak di pemilu merupakan preseden buruk.
Sebab, menurut Sudirman, Jokowi sebagai kepala negara merupakan pemimpin moral suatu bangsa. Jika Jokowi menujukkan sikap berpihak pada salah satu peserta pemilu, hal ini dianggap merusak norma Jokowi sebagai teladan.
"Kita ini seperti kehilangan sumber keteladanan baik dan itu berbahaya untuk standar dalam bernegara. Kalau hal teknis kita bisa benerin dengan baik dengan cepat. Tapi kalau soal moral, etik, soal apa yang sikapnya keteladanan, itu membutuhkan waktu lama," kata Sudirman di Rumah Perubahan, Jakarta Selatan, Rabu, 24 Januari.
Pernyataan Jokowi tersebut, bagi Sudirman, seolah memberi jalan lebih lebar bagi para menteri yang berpolitik untuk gencar mengampanyekan capres-cawapres koalisi partainya. Sementara, para menteri memiliki tugas utama dalam mengelola kementerian dan lembaganya selama menjabat.
"Mudah-mudahan statement (Jokowi) tadi pagi itu tidak membuat tata kelola kita menjadi kacau, yang mendorong semua pejabat publik yang sekaligus pejabat politik berpikir soal kelompok atau kepentingannya, tapi betul-betul melaksanakan tugas-tugasnya sebagai publik yang disumpah untuk semata-mata melayani masyarakat," ungkap Sudirman.
Jika ketidaknetralan pemimpin negara dalam kontestasi pemilu terus dibiarkan, Sudirman Said menyebut asas demokrasi yang dibangun selama ini akan berujung cacat.
"Kalau ini terus terjadi kualitas dari pemilu kita makin makin rendah, dan harap ingat bahwa seluruh dunia sekarang sedang melihat pemilu kita," lanjutnya.
Sebelumnya, Jokowi menegaskan tiap orang punya hak politik dan demokrasi, termasuk para menteri. Bahkan, Jokowi mengatakan seorang presiden pun boleh memihak dan berkampanye.
“Hak demokrasi, hak politik setiap orang setiap menteri sama saja. Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh,” ungkap Jokowi di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Jokowi menyebut, sebagai pejabat publik, dirinya maupun para menteri boleh berpolitik. Tapi, yang harus diingat, fasilitas negara tidak boleh digunakan selain untuk pekerjaannya.
“Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” tegasnya.
“Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini enggak boleh, berpolitik enggak boleh, boleh. Menteri juga boleh,” sambung Jokowi.
BACA JUGA:
Meski begitu, Jokowi tak menjelaskan banyak soal kepastian tidak adanya konflik kepentingan jika presiden dan para menteri memihak pasangan tertentu di Pilpres 2024. Ia hanya mengatakan perundangan hanya melarang penggunaan fasilitas negara.
“Itu saja, yang mengatur hanya tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Itu aja,” pungkasnya.