JAKARTA - Israel berpendapat penggunaan istilah "genosida" terhadap Israel "menghindari" tujuan Konvensi Genosida dan mengklaim dalam argumen lisan mereka di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, mereka hanya berusaha melindungi rakyatnya sendiri.
"Komponen kunci dari genosida, yaitu niat untuk menghancurkan orang, secara keseluruhan atau sebagian, sama sekali tidak ada," demikian delegasi Israel berargumen di ICJ dilansir ANTARA dari Anadolu, Jumat, 1 2 Januari.
"Apa yang Israel cari dengan beroperasi di Gaza bukan untuk menghancurkan masyarakat, tapi untuk melindungi ... rakyatnya yang diserang dari berbagai sisi, dan melakukannya sesuai dengan hukum, bahkan ketika mereka menghadapi musuh yang tidak berperasaan."
Israel juga menegaskan Konvensi Genosida 1948 "tidak dirancang untuk mengatasi dampak brutal dari permusuhan yang intens terhadap warga sipil."
Israel menambahkan "Bahkan ketika penggunaan kekuatan menimbulkan 'masalah hukum internasional yang sangat serius, dan melibatkan penderitaan yang sangat besar dan hilangnya nyawa yang berkelanjutan'."
"Upaya untuk penggunaan istilah genosida terhadap Israel, dalam konteks saat ini, menghilangkan objek dan tujuan konvensi itu sendiri," klaim mereka.
Keseluruhan terhadap kasus genosida yang diajukan Afrika Selatan ke pengadilan pada Kamis (11/1), "bergantung pada deskripsi dekontekstualisasi dan manipulatif yang sengaja dibuat mengenai realitas permusuhan saat ini," Israel berargumen.
Afrika Selatan 'menikmati hubungan dekat' dengan Hamas
Delegasi Israel menuduh Afrika Selatan - negara yang mengajukan kasus genosida terhadap Israel - memiliki hubungan dekat dengan kelompok Palestina Hamas tidak hanya sebelum tetapi juga setelah serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober, yang menewaskan lebih dari seribu warga Israel.
"Sudah menjadi catatan publik bahwa Afrika Selatan mempunyai hubungan dekat dengan Hamas, meski mereka diakui secara formal sebagai organisasi teroris oleh banyak negara di dunia," katanya.
"Hubungan ini terus berlanjut bahkan setelah kekejaman yang terjadi pada 7 Oktober. Afrika Selatan telah lama menjadi tuan rumah dan merayakan hubungannya dengan tokoh-tokoh Hamas, termasuk delegasi senior Hamas yang mengunjungi negara itu untuk 'pertemuan solidaritas' hanya beberapa minggu setelah pembantaian tersebut."
Mereka juga menuduh Afrika Selatan, ketika menyampaikan kasusnya pada Kamis, mengatakan: "Seolah-olah tidak ada konflik bersenjata intensif yang terjadi antara kedua pihak. Tidak ada ancaman besar terhadap Israel dan warganya. Hanya serangan Israel ke Gaza."
Delegasi tersebut juga membantah jumlah orang yang tewas di Gaza yang diajukan ke pengadilan dalam argumen lisan Afrika Selatan, menyuarakan ketidakpercayaan terhadap angka lebih dari 23 ribu jiwa, dan menyebut sumber-sumber Palestina "sulit diandalkan."
Pembelaan Israel terhadap kasus tersebut adalah upaya publik yang paling menonjol hingga saat ini untuk mencoba membenarkan serangan dan blokade kejam Israel di Jalur Gaza, yang telah memicu kemarahan internasional yang luas.