Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono mengakui dirinya kewalahan untuk menangani pekerjaan utama di kementeriannya.

Pasalnya, Trenggono menilai pekerjaannya sebagai Menteri KP tak cukup hanya 24 jam lantaran begitu luasnya cakupan pekerjaan yang diembannya.

"Saya ingin menyampaikan pekerjaan utama KKP ini masih begitu luas ternyata, jadi 24 jam itu enggak cukup. Saya pikir dulu sederhana saja waktu disuruh jadi menteri, ternyata enggak. Jadi semakin dalam, semakin dalam langsung kelihatan semua tulang-tulangnya,

"oh cabangnya ke sini'," kata Menteri Trenggono dalam konferensi pers Outlook & Program Prioritas Sektor Kelautan dan Perikanan di Gedung KKP, Jakarta, Rabu, 10 Januari.

Trenggono menceritakan, salah satu pengalamannya selama menjadi Menteri KP, yakni saat bertemu kolega pemerintahan di luar negeri, seperti di Eropa, Jepang dan China.

Dia mengaku, kala itu dirinya langsung mendapati kritik soal cara penangkapan produk perikanan di Indonesia.

"Saya melakukan benchmarking, tapi ada pertanyaan yang mengkritik saya ketika saya bicara dengan Atase Perdagangan Uni Eropa. Bahkan, satu ekor ikan pun enggak bisa diekspor ke Eropa. Sementara, kami impor salmon," ujarnya.

"Kami kenapa enggak bisa ekspor ke sana, ternyata di Jepang saya dapat infonya karena cara penangkapan di Indonesia masih barbar. Aduh, saya diam dan jadi malu," sambungnya.

Menurut Trenggono, penangkapan produk perikanan di Tanah Air masih belum berbasis pada tingkat permintaan atau demand.

Sehingga, lanjutnya, para nelayan terbiasa untuk menangkap keseluruhan jenis perikanan tanpa mempertimbangkan soal kualitasnya.

"Memang benar cara penangkapan kami barbar. Penangkapan di luar negeri itu berbasis pada tingkat permintaan dan mereka sudah tahu menangkap jenis ikan apa yang dibutuhkan pasar. Sehingga waktu dia (nelayan) mendarat, sudah laku semua. Kalau di (Indonesia) enggak, semua ikan diambil yang penting ikan," tuturnya.

Trenggono menambahkan, dampak dari penangkapan barbar tersebut perlahan akan mengakibatkan kekayaan biota laut habis.

"Dampaknya memang tidak sekarang. Waktu yang panjang pasti (mengakibatkan) biota kami akan habis. Inilah kemudian yang mendasari (KKP) selama dua tahun ini merancang suatu kebijakan untuk menjaga biota kelautan kami dan menjaga populasi ikan kami dengan baik," ungkapnya.