Bagikan:

SUMBAR - Mantan Hakim Mahkamah Agung (MA) Gayus Lumbuun mengatakan kasus gratifikasi yang menjerat mantan Ketua DPD Irman Gusman pada 2016 bukan inti dari kasus tindak pidana korupsi atau tipikor sebenarnya.

"Saya sangat terkejut beliau (Irman Gusman) dipersoalkan bukan tipikor, dalam arti inti dari tipikor. Jadi, bukan core crime dari tipikor sebenarnya," kata Gayus Lumbuun pada webinar bertajuk "Putusan Pengadilan Versus Peraturan Perundang-Undangan" yang dipantau di Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Senin 8 Januari, disitat Antara.

Menurutnya, tindakan tipikor yang sebetulnya ialah pencurian uang negara (APBN) oleh seseorang untuk kepentingannya atau kelompok tertentu.

Bahkan, dalam kasus impor gula Perum Bulog itu, Irman Gusman tidak diberikan kesempatan untuk mengembalikan uang yang dimaksud dalam perkara. Padahal, merujuk Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, memberikan kesempatan untuk mengembalikan uang yang dimaksud dalam perkara.

Mengenai kasus Irman Gusman yang dicoret dari daftar calon tetap (DCT) anggota DPD Pemilu 2024, Gayus berpandangan terdapat pertentangan antara dua putusan pengadilan dengan peraturan KPU yang diubah sendiri oleh KPU.

"KPU mengubah sendiri, meskipun berkonsultasi dengan DPR. Ini temuan saya dan ini forensik yang saya lakukan," ujarnya.

Dalam kasus pencalonan Irman Gusman, ia secara tegas mengatakan terjadi konflik antara putusan Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) dengan putusan Mahkamah Konstitusi dan putusan MA.

Kasus Irman Gusman berawal dari operasi tangkap tangan yang terjadi pada Sabtu, 19 September 2016, terhadap empat orang, yaitu Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, Memi, saudara Xaveriandy dan Ketua DPD Irman Gusman di rumah Irman di Jakarta.

Kedatangan Xaveriandy dan Memi untuk memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada Irman yang diduga sebagai ucapan terima kasih karena Irman memberikan rekomendasi kepada Bulog agar Xaverius mendapatkan jatah impor gula tersebut.