Bagikan:

JAKARTA - Kepala bantuan PBB memperingatkan agar penderitaan orang-orang di Sudan tidak semakin parah imbas perang yang sedang berlangsung di negara itu.

"Di seluruh Sudan, hampir 25 juta orang akan membutuhkan bantuan kemanusiaan pada 2024. Namun, kenyataan suramnya adalah meningkatnya permusuhan membuat sebagian besar yang butuh bantuan tersebut berada di luar jangkauan kita," kata Martin Griffiths dalam sebuah pernyataan dilansir dari Anadolu via Antara, Jumat, 5 Desember. 

Perang yang berlangsung selama hampir sembilan bulan telah membuat Sudan terpuruk dan semakin hancur dari hari ke hari. 

"Seiring dengan meluasnya konflik, penderitaan warga semakin mendalam, akses kemanusiaan semakin terbatas, dan harapan semakin berkurang. Ini tidak boleh dilanjutkan."

Sembari menekankan bahwa kekerasan yang kian meningkat juga membahayakan stabilitas kawasan, Griffiths mendesak masyarakat internasional, khususnya mereka yang memiliki pengaruh pada pihak-pihak yang terlibat dalam konflik di Sudan, untuk mengambil tindakan yang "tegas dan segera" guna menghentikan pertempuran dan mempertahankan operasi kemanusiaan.

"Perang telah memicu krisis pengungsian terbesar di dunia, menewaskan lebih dari tujuh juta orang, dan 1,4 juta di antaranya telah menyeberang ke negara tetangga yang sudah menampung banyak pengungsi," ujarnya

"Bagi rakyat Sudan, tahun 2023 adalah tahun penderitaan. Pada 2024, pihak-pihak yang berkonflik harus melakukan tiga hal untuk mengakhirinya: Melindungi warga sipil, memudahkan akses kemanusiaan, dan menghentikan pertempuran- segera," tambahnya.

Sudan telah dilanda perang antara tentara, yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, yang merupakan kepala Dewan Kedaulatan yang berkuasa, dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF).

Sedikitnya 12.260 korban telah tewas dan lebih dari 33 ribu luka-luka dalam konflik tersebut, menurut perhitungan PBB.

Krisis kemanusiaan terus memburuk ketika hampir 6,8 juta orang meninggalkan rumah mereka untuk mencari keselamatan di Sudan atau di negara-negara tetangga.

Beberapa perjanjian gencatan senjata yang ditengahi oleh mediator dari Arab Saudi dan AS gagal mengakhiri kekerasan tersebut.